Copyright © Ummu Sumayyah's Online Market
Design by Dzignine
Monday 2 December 2013

Pentingnya Doa Ibubapa Dalam Kehidupan Anak-Anak

Bismillah

Teks : Ummu Sumayyah

Tiga Kunci Sukses Ibadah

بسم الله الرحمن الرحيم
Berkata Syaikh Abdullah bin Abdurrahman Al Bassam rahimahullah -salah seorang ulama besar di Saudi Arabia- di dalam kitabnya yang masyhur Taudhihul Ahkam Syarhu Bulughil Maram (1/201):

Sepatutnya bagi seseorang yang berwudhuk dan bagi setiap orang yang melakukan suatu ibadah ketika hendak melakukannya untuk memperhatikan tiga hal berikut:

1. Ketaatan kepada Allah. Dia melakukan ibadah tersebut adalah sebagai bentuk ketaatan kepada Allah agar timbul di dalam hatinya rasa pengagungan terhadap ibadah tersebut.

2. Pendekatan diri kepada Allah. Dia melakukan ibadah itu dengan tujuan untuk mendekatkan diri kepada Allah agar dia bisa mencapai derajat muraqabah (merasa diri diawasi oleh Allah) sehingga ibadahnya menjadi baik.

3. Meneladani Nabi صلى الله عليه وسلم . Dia melakukan ibadah tersebut sesuai dengan tuntunan dan tuntutan yang diajarkan oleh Nabi Muhammad صلى لله عليه وسلم agar terwujud hakikat meneladani beliau صلى الله عليه وسلم .

والحمد لله رب العالمين
Perhatian: Perkataan beliau di atas telah mengalami perubahan redaksi seperlunya tanpa mengubah makna aslinya sedikitpun.
- See more at: http://mzakihidayat.blogspot.com/2012/09/tiga-kunci-sukses-ibadah.html#sthash.iYWwYMMP.dpuf

Tiga Kunci Sukses Ibadah

بسم الله الرحمن الرحيم
Berkata Syaikh Abdullah bin Abdurrahman Al Bassam rahimahullah -salah seorang ulama besar di Saudi Arabia- di dalam kitabnya yang masyhur Taudhihul Ahkam Syarhu Bulughil Maram (1/201):

Sepatutnya bagi seseorang yang berwudhuk dan bagi setiap orang yang melakukan suatu ibadah ketika hendak melakukannya untuk memperhatikan tiga hal berikut:

1. Ketaatan kepada Allah. Dia melakukan ibadah tersebut adalah sebagai bentuk ketaatan kepada Allah agar timbul di dalam hatinya rasa pengagungan terhadap ibadah tersebut.

2. Pendekatan diri kepada Allah. Dia melakukan ibadah itu dengan tujuan untuk mendekatkan diri kepada Allah agar dia bisa mencapai derajat muraqabah (merasa diri diawasi oleh Allah) sehingga ibadahnya menjadi baik.

3. Meneladani Nabi صلى الله عليه وسلم . Dia melakukan ibadah tersebut sesuai dengan tuntunan dan tuntutan yang diajarkan oleh Nabi Muhammad صلى لله عليه وسلم agar terwujud hakikat meneladani beliau صلى الله عليه وسلم .

والحمد لله رب العالمين
Perhatian: Perkataan beliau di atas telah mengalami perubahan redaksi seperlunya tanpa mengubah makna aslinya sedikitpun.
- See more at: http://mzakihidayat.blogspot.com/2012/09/tiga-kunci-sukses-ibadah.html#sthash.iYWwYMMP.dpuf

Tiga Kunci Sukses Ibadah

بسم الله الرحمن الرحيم
Berkata Syaikh Abdullah bin Abdurrahman Al Bassam rahimahullah -salah seorang ulama besar di Saudi Arabia- di dalam kitabnya yang masyhur Taudhihul Ahkam Syarhu Bulughil Maram (1/201):

Sepatutnya bagi seseorang yang berwudhuk dan bagi setiap orang yang melakukan suatu ibadah ketika hendak melakukannya untuk memperhatikan tiga hal berikut:

1. Ketaatan kepada Allah. Dia melakukan ibadah tersebut adalah sebagai bentuk ketaatan kepada Allah agar timbul di dalam hatinya rasa pengagungan terhadap ibadah tersebut.

2. Pendekatan diri kepada Allah. Dia melakukan ibadah itu dengan tujuan untuk mendekatkan diri kepada Allah agar dia bisa mencapai derajat muraqabah (merasa diri diawasi oleh Allah) sehingga ibadahnya menjadi baik.

3. Meneladani Nabi صلى الله عليه وسلم . Dia melakukan ibadah tersebut sesuai dengan tuntunan dan tuntutan yang diajarkan oleh Nabi Muhammad صلى لله عليه وسلم agar terwujud hakikat meneladani beliau صلى الله عليه وسلم .

والحمد لله رب العالمين
Perhatian: Perkataan beliau di atas telah mengalami perubahan redaksi seperlunya tanpa mengubah makna aslinya sedikitpun.
- See more at: http://mzakihidayat.blogspot.com/2012/09/tiga-kunci-sukses-ibadah.html#sthash.iYWwYMMP.dpuf

Tiga Kunci Sukses Ibadah

بسم الله الرحمن الرحيم
Berkata Syaikh Abdullah bin Abdurrahman Al Bassam rahimahullah -salah seorang ulama besar di Saudi Arabia- di dalam kitabnya yang masyhur Taudhihul Ahkam Syarhu Bulughil Maram (1/201):

Sepatutnya bagi seseorang yang berwudhuk dan bagi setiap orang yang melakukan suatu ibadah ketika hendak melakukannya untuk memperhatikan tiga hal berikut:

1. Ketaatan kepada Allah. Dia melakukan ibadah tersebut adalah sebagai bentuk ketaatan kepada Allah agar timbul di dalam hatinya rasa pengagungan terhadap ibadah tersebut.

2. Pendekatan diri kepada Allah. Dia melakukan ibadah itu dengan tujuan untuk mendekatkan diri kepada Allah agar dia bisa mencapai derajat muraqabah (merasa diri diawasi oleh Allah) sehingga ibadahnya menjadi baik.

3. Meneladani Nabi صلى الله عليه وسلم . Dia melakukan ibadah tersebut sesuai dengan tuntunan dan tuntutan yang diajarkan oleh Nabi Muhammad صلى لله عليه وسلم agar terwujud hakikat meneladani beliau صلى الله عليه وسلم .

والحمد لله رب العالمين
Perhatian: Perkataan beliau di atas telah mengalami perubahan redaksi seperlunya tanpa mengubah makna aslinya sedikitpun.
- See more at: http://mzakihidayat.blogspot.com/2012/09/tiga-kunci-sukses-ibadah.html#sthash.iYWwYMMP.dpuf

Doa ibubapa untuk anaknya adalah salah satu doa yang paling dimakbulkan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala, terutama sekali doa dari seorang ibu untuk anaknya. Maka semestinya ibubapa harus sentiasa mendoakan akan kebaikan buat anak-anaknya. Ibubapa juga harus sabar jika terdapat penyimpangan pada anak-anaknya. Bukan mengutuk atau mendoakan keburukan buat mereka.

Ibubapa harus membimbing anak-anaknya kerana mereka memerlukan bimbingan dari kedua orangtuanya apabila mereka salah atau lupa. Semua itu tidak lain hanyalah untuk kebaikan dan masa depan anak-anak di dunia dan di akhirat. Kadang kala apa yang selalu terjadi, ibubapa sudah memberi bimbingan yang sepatutnya tetapi si anak tetap berdegil dan ‘keras kepala’. Entah apa lagi cara yang harus dilakukan, seakan-akan semua jalan sudah buntu.

Menjadi anak yang soleh yang selalu menyenangkan hati bukanlah semata-mata hasil kerja keras orangtua dan pendidik sahaja. Semua usaha yang ditempuh hanyalah merupakan sebab-sebab yang dilakukan untuk mencapai tujuan tersebut. Adapun yang membuat hati si anak terbuka untuk menerima pengarahan serta bimbingan orangtua dan orang-orang yang mendidiknya adalah Allah Subhanahu wa Ta’ala.

Firman Allah :

إِنَّكَ لاَ تَهْدِي مَنْ أَحْبَبْتَ وَلَكِنَّ اللهَ يَهْدِي مَنْ يَشَاءُ وَهُوَ أَعْلَمُ بِالْمُهْتَدِيْنَ

“Sesungguhnya engkau takkan bisa memberikan hidayah (taufik) kepada orang yang engkau cintai, akan tetapi Allah memberikan hidayah kepada siapa pun yang Dia kehendaki, dan Dia Maha Mengetahui orang-orang yang mau menerima petunjuk.” (Al-Qashash: 56)

Dalam ayat di atas, Allah Subhanahu wa Ta’ala memberitahukan kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bahwa beliau –lebih-lebih lagi selain beliau– tidak akan mampu memberikan hidayah kepada seseorang, walaupun dia orang yang paling dicintai. Tidak seorang pun mampu memberikan taufik dan hidayah dan meletakkan iman dalam hati seseorang. Ini semata-mata ada di tangan Allah Subhanahu wa Ta’ala. Dialah yang memberi hidayah pada siapa yang Dia kehendaki. Dia Maha Mengetahui, siapa yang layak mendapatkan hidayah dari-Nya lalu Dia berikan hidayah, dan siapa yang tidak layak mendapatkannya Dia akan biarkan orang itu dalam kesesatannya. (Taisirul Karimir Rahman, hal. 620)

Cubalah kita renungkan, bagaimana upayanya Nabi Nuh ‘alaihissalam dalam mengembalikan umatnya pada tauhid. Selama 950 tahun beliau mengajak mereka –dengan berbagai cara– untuk meninggalkan penyembahan berhala dan hanya menyembah Allah Subhanahu wa Ta’ala semata. Namun anak beliau sendiri tidak mahu menyambut seruan mulia sang ayah, sampai saat-saat akhir kehidupan umat yang durhaka itu. Air bah yang meluap menenggelamkan semua yang ada. Nabi Nuh ‘alaihissalam memanggil anaknya yang enggan turut naik ke bahtera:

وَنَادَى نُوْحٌ ابْنَهُ وَكَانَ فِي مَعْزِلٍ يَابُنَيَّ ارْكَبْ مَعَنَا وَلاَ تَكُنْ مَعَ الْكَافِرِيْنَ

“Dan Nuh memanggil anaknya yang berada di tempat yang jauh, ‘Wahai anakku! Naiklah bahtera ini bersama kami dan janganlah kamu bersama orang-orang kafir’.” (Hud: 42)

Namun apakan daya bila Allah Subhanahu wa Ta’ala tidak menghendaki, si anak ini tidak mendapatkan petunjuk. Tetap dengan kesombongannya dia menolak ajakan ayahnya, hingga berakhir dengan kebinasaan, ditelan oleh gelombang air bah yang datang:

قَالَ سَآوِي إِلَى جَبَلٍ يَعْصِمُنِي مِنَ الْمَاءِ قَالَ لاَ عَاصِمَ الْيَوْمَ مِنْ أَمْرِ اللهِ إِلاَّ مَنْ رَحِمَ وَحَالَ بَيْنَهُمَا الْمَوْجُ فَكَانَ مِنَ الْمُغْرَقِيْنَ

“Dia berkata, ‘Aku akan berlindung ke gunung yang akan menghindarkanku dari air bah. Nuh berkata, ‘Hari ini tidak ada lagi yang bisa melindungi dari adzab Allah kecuali Dzat Yang Maha Penyayang.’ Dan gelombang pun menghalangi mereka berdua, maka jadilah anak itu termasuk orang-orang yang ditenggelamkan.” (Hud: 43)

Menyaksikan anaknya turut tenggelam, timbul rasa hiba sang ayah, hingga Nabi Nuh ‘alaihissalam pun berdoa kepada Rabbnya. Namun Allah Subhanahu wa Ta’ala memperingatkan Nabi Nuh ‘alaihissalam dan menyatakan bahwa anaknya bukanlah orang yang beriman sehingga termasuk orang-orang yang ditenggelamkan:

وَنَادَى نُوْحٌ رَبَّهُ فَقَالَ رَبِّ إِنَّ ابْنِي مِنْ أَهْلِي وَإِنَّ وَعْدَكَ الْحَقُّ وَأَنْتَ أَحْكَمُ الْحَاكِمِيْنَ. قَالَ يَا نُوْحُ إِنَّهُ لَيْسَ مِنْ أَهْلِكَ إِنَّهُ عَمَلٌ غَيْرُ صَالِحٍ فَلاَ تَسْأَلْنِ مَا لَيْسَ لَكَ بِهِ عِلْمٌ إِنِّي أَعِظُكَ أَنْ تَكُوْنَ مِنَ الْجَاهِلِيْنَ

“Dan Nuh pun menyeru Rabbnya, ‘Wahai Rabbku, sesungguhnya anakku termasuk keluargaku, dan sesungguhnya janji-Mu adalah janji yang benar, dan Engkau adalah Hakim yang seadil-adilnya.’ Allah berfirman, ‘Wahai Nuh, sesungguhnya dia bukan termasuk keluargamu (yang diselamatkan), sesungguhnya amalannya bukanlah amalan yang soleh. Maka janganlah engkau meminta kepada-Ku sesuatu yang tidak engkau ketahui. Sesungguhnya Aku peringatkan engkau agar jangan termasuk orang-orang yang jahil.” (Hud: 45-46)

Demikianlah keadaannya. Seorang nabi pun tidak dapat menyelamatkan anaknya dari kekafiran bila si anak tidak dibukakan hatinya untuk menerima keimanan. Di sisi lain, sangatlah mudah bagi Allah Subhanahu wa Ta’ala untuk memberikan petunjuk pada hamba yang Dia kehendaki, walaupun hamba itu dikelilingi oleh kaum yang berbuat syirik. Allah Subhanahu wa Ta’ala kisahkan tentang kekasih-Nya, Ibrahim ‘alaihissalam ketika Allah Subhanahu wa Ta’ala berikan taufik kepadanya untuk bertauhid:

وَكَذَلِكَ نُرِي إِبْرَاهِيْمَ مَلَكُوْتَ السَّمَاوَاتِ وَاْلأَرْضِ وَلِيَكُوْنَ مِنَ الْمُوْقِنِيْنَ. فَلَمَّا جَنَّ عَلَيْهِ اللَّيْلُ رَأَى كَوْكَبًا قَالَ هَذَا رَبِّي فَلَمَّا أَفَلَ قَالَ لاَ أُحِبُّ اْلآفِلِيْنَ. فَلَمَّا رَأَى الْقَمَرَ بَازِغًا قَالَ هَذَا رَبِّي فَلَمَّا أَفَلَ قَالَ لَئِنْ لَمْ يَهْدِنِي رَبِّي لَأَكُوْنَنَّ مِنَ الْقَوْمِ الضَّالِّيْنَ. فَلَمَّا رَأَى الشَّمْسَ بَازِغَةً قَالَ هَذَا رَبِّي هَذَا أَكْبَرُ فَلَمَّا أَفَلَتْ قَالَ يَا قَوْمِ إِنِّي بَرِيْءٌ مِمَّا تُشْرِكُوْنَ إِنِّي وَجَّهْتُ وَجْهِيَ لِلَّذِي فَطَرَ السَّمَاوَاتِ وَاْلأَرْضَ حَنِيْفًا وَمَا أَنَا مِنَ الْمُشْرِكِيْنَ

Dan demikianlah Kami perlihatkan kepada Ibrahim tanda-tanda keagungan yang ada di langit dan di bumi, agar dia termasuk orang-orang yang yakin. Ketika malam telah gelap, dia melihat bintang, lalu berkata, ‘Inilah rabbku’. Tetapi tatkala bintang itu tenggelam, dia berkata, ‘Aku tidak suka pada yang tenggelam’. Kemudian ketika dia melihat bulan terbit, dia berkata, ‘Inilah rabbku’. Tetapi setelah bulan itu terbenam, dia berkata, ‘Sesungguhnya jika Rabbku tidak memberi petunjuk padaku, pasti aku termasuk orang-orang yang sesat. Kemudian tatkala dia melihat matahari terbit, dia berkata, ‘Inilah rabbku, ini lebih besar’. Tatkala matahari itu terbenam, dia pun berkata, ‘Wahai kaumku, sesungguhnya aku berlepas diri dari apa yang kalian persekutukan! Sesungguhnya aku menghadapkan diriku kepada Rabb yang menciptakan langit dan bumi dengan cenderung kepada agama yang benar, dan aku bukanlah termasuk orang-orang yang menyekutukan-Nya’.” (Al-An’am: 75-79)

Hanya Allah Subhanahu wa Ta’ala yang dapat memberikan hidayah dan melindungi seorang anak dari keburukan. Oleh kerana itu, ibubapa haruslah menyedari bahawa mereka tidak boleh semata-mata bersandar pada hasil usaha mereka. Tetapi ibubapa harus berdoa dan memohon kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala.

Dalam Kitab-Nya yang mulia, Allah Subhanahu wa Ta’ala menyebutkan doa seorang yang telah mencapai umur 40 tahun:

رَبِّ أَوْزِعْنِي أَنْ أَشْكُرَ نِعْمَتَكَ الَّتِي أَنْعَمْتَ عَلَيَّ وَعَلَى وَالِدَيَّ وَأَنْ أَعْمَلَ صَالِحًا تَرْضَاهُ وَأَصْلِحْ لِي فِي ذُرِّيَّتِي

“Wahai Rabbku, tunjukilah aku untuk mensyukuri nikmat-Mu yang telah Engkau kurniakan kepadaku dan kepada kedua orangtuaku, dan untuk melakukan amal soleh yang Engkau redhai, dan berikanlah kebaikan kepadaku dengan kebaikan anak keturunanku.” (Al-Ahqaf: 15)

Tatkala dia berdoa untuk kebaikan dirinya, dia mendoakan pula untuk keturunannya agar Allah Subhanahu wa Ta’ala memberikan kebaikan pada segala keadaan mereka. Disebutkan dalam ayat ini bahwa kebaikan anak cucu akan kembali manafaatnya bagi kedua orangtua mereka, berdasarkan firman-Nya وَأَصْلِحْ لِي. (Taisirul Karimir Rahman, hal. 781)

Demikian yang dimohon oleh hamba-hamba Ar-Rahman dalam doa mereka:

رَبَّنَا هَبْ لَنَا مِنْ أَزْوَاجِنَا وَذُرِّيَّاتِنَا قُرَّةَ أَعْيُنٍ وَاجْعَلْنَا لِلْمُتَّقِيْنَ إِمَامًا

“Wahai Rabb kami, anugerahkanlah bagi kami pasangan-pasangan hidup dan keturunan sebagai penyejuk mata kami, dan jadikanlah kami pemimpin bagi orang-orang yang bertakwa.” (Al-Furqan: 74)

Nabi Zakariyya ‘alaihissalam ketika memohon keturunan kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala pun meminta agar Allah Subhanahu wa Ta’ala menjadikan anaknya nanti sebagai anak yang soleh, yang mendapatkan keredhaan Allah Subhanahu wa Ta’ala. Beliau berdoa:

فَهَبْ لِي مِنْ لَدُنْكَ وَلِيًّا. يَرِثُنِي وَيَرِثُ مِنْ آلِ يَعْقُوْبَ وَاجْعَلْهُ رَبِّ رَضِيًّا

“Maka anugerahkanlah bagiku dari sisi-Mu seorang anak yang akan mewarisiku dan mewarisi keluarga Ya’qub, dan jadikanlah dia, wahai Rabbku, seorang yang diredhai.” (Maryam: 5-6)

Allah Subhanahu wa Ta’ala pun mengabulkan permohonan Nabi Zakariyya ‘alaihissalam dengan memberikan seorang anak yang shalih:

يَا زَكَرِيَّا إِنَّا نُبَشِّرُكَ بِغُلاَمٍ اسْمُهُ يَحْيَى لَمْ نَجْعَلْ لَهُ مِنْ قَبْلُ سَمِيًّا

“Wahai Zakariyya, sesungguhnya Kami memberimu kabar gembira dengan lahirnya seorang anak yang bernama Yahya, yang belum pernah Kami menciptakan seseorang yang serupa dengannya.” (Maryam: 7)

Begitu pula Nabi Ibrahim ‘alaihissalam, kekasih Allah Subhanahu wa Ta’ala. Beliau berdoa untuk kebaikan dirinya dan putranya Isma’il ‘alaihissalam beserta keturunan mereka tatkala membangun fondasi Baitullah:

رَبَّنَا وَاجْعَلْنَا مُسْلِمَيْنِ لَكَ وَمِنْ ذُرِّيَّتِنَا أُمَّةً مُسْلِمَةً لَكَ

“Wahai Rabb kami, jadikanlah kami berdua orang-orang yang berserah diri kepada-Mu dan jadikanlah pula keturunan kami sebagai orang-orang yang berserah diri kepada-Mu.” (Al-Baqarah: 128)

Beliau ‘alaihissalam juga berdoa:

رَبِّ اجْعَلْنِي مُقِيْمَ الصَّلاَةِ وَمِنْ ذُرِّيَّتِي رَبَّنَا وَتَقَبَّلْ دُعَاءِ

“Wahai Rabbku, jadikanlah aku dan keturunanku sebagai orang-orang yang senantiasa mendirikan solat. Wahai Rabbku, kabulkanlah doaku.” (Ibrahim: 40)

Nabi Ibrahim ‘alaihissalam juga memohon kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala agar menjaga diri dan keturunan beliau dari kemaksiatan terbesar kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala, yaitu kesyirikan. Beliau ‘alaihissalam memohon:

وَاجْنُبْنِي وَبَنِيَّ أَنْ نَعْبُدَ اْلأَصْنَامَ

“Dan jauhkanlah diriku beserta anak keturunanku dari penyembahan berhala.” (Ibrahim: 35)

Demikianlah yang dilakukan oleh para nabi. Mereka mendoakan anak cucu mereka agar meraih masa depan yang baik dan terhindar dari hal-hal yang membinasakan. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, nabi dan rasul Allah Subhanahu wa Ta’ala yang paling mulia, mencontohkan pula hal ini. ‘Umar bin Abi Salamah, putra Ummu Salamah radhiyallahu ‘anhuma menuturkan:

نَزَلَتْ هَذِهِ اْلآيَةُ عَلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ {إِنَّمَا يُرِيْدُ اللهُ لِيُذْهِبَ عَنْكُمُ الرِّجْسَ أَهْلَ الْبَيْتِ وَيُطَهِّرَكُمْ تَطْهِيْرًا} فِي بَيْتِ أُمِّ سَلَمَةَ، فَدَعَا النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَاطِمَةَ وَحَسَنًا وَحُسَيْنًا فَجَلَّلَهُمْ بِكِسَاءٍ وَعَلِيٌّ خَلْفَ ظَهْرِهِ فَجَلَّلَهُ بِكِسَاءٍ ثُمَّ قَالَ: اللَّهُمَّ هَؤُلاَءِ أَهْلُ بَيْتِي فَأَذْهِبْ عَنْهُمُ الرِّجْسَ وَطَهِّرْهُمْ تَطْهِيْرًا

“Turun ayat ini kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam: ‘Sesungguhnya Allah ingin menghilangkan dosa-dosa dari diri kalian wahai ahlul bait, dan menyucikan kalian sesuci-sucinya’ di rumah Ummu Salamah. Maka Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam memanggil Fathimah, Hasan dan Husain lalu menyelubungi mereka dengan kain, dan ‘Ali di belakang beliau lalu beliau selubungi pula dengan kain. Kemudian beliau berdoa, ‘Ya Allah, mereka adalah ahlu baitku, maka hilangkanlah dosa-dosa dari mereka dan sucikanlah mereka sesuci-sucinya’.” (HR. At-Tirmidzi no. 3787, dikatakan oleh Asy-Syaikh Al-Albani rahimahullahu dalam Shahih Sunan At-Tirmidzi: shahih)

Beliau pernah pula mendoakan cucu beliau, Al-Hasan bin ‘Ali radhiyallahu ‘anhuma. Diceritakan oleh Al-Bara` bin ‘Azib radhiyallahu ‘anhu:

رَأَيْتُ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيٍْهِ وَسَلَّمَ وَالْحَسَنُ بْنُ عَلِيٍّ عَلَى عَاتِقِهِ يَقُوْلُ: اللَّهُمَّ إِنِّي أُحِبُّهُ فَأَحِبَّهُ

“Aku pernah melihat Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam keadaan menggendong Al-Hasan di atas pundak beliau. Beliau mengatakan, ‘Ya Allah, sesungguhnya aku mencintainya, maka cintailah dia’.” (HR. Al-Bukhari no. 3849 dan Muslim no. 2422)

Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam juga seringkali mendoakan anak-anak para shahabat radhiyallahu ‘anhum. Usamah bin Zaid radhiyallahu ‘anhuma menceritakan:

أَنَّهُ كَانَ يَأْخُذُهُ وَالْحَسَنَ فَيَقُوْلُ: اللَّهُمَّ أَحِبَّهُمَا فَإِنِّي أُحِبُّهُمَا

“Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah memelukku bersama Al-Hasan lalu mendoakan, ‘Ya Allah, sesungguhnya aku mencintai mereka berdua, maka cintailah mereka’.” (HR. Al-Bukhari no. 3735)

Abdullah bin ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma mengisahkan pula saat Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam mendoakannya, setelah dia mengambilkan air wudhu untuk beliau. Dengan doa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam ini, Allah Subhanahu wa Ta’ala memberikan ilmu yang luas kepadanya:

أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ دَخَلَ الْخَلاَءَ فَوَضَعْتُ لَهُ وَضُوْءًا قَالَ: مَنْ وَضَعَ هَذَا؟ فَأُخْبِرَ، فَقَالَ: اللَّهُمَّ فَقِّهْهُ فِي الدِّيْنِ

“Pernah suatu ketika Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam masuk ke tempat buang air. Lalu kuletakkan air wudhu untuk beliau. (Ketika selesai) beliau pun bertanya, “Siapa yang meletakkan ini?” Lalu beliau diberitahu (bahwa aku yang melakukannya). Kemudian beliau mendoakan, ‘Ya Allah, berikanlah dia pemahaman terhadap agama’.” (HR. Al-Bukhari no. 143 dan Muslim no. 2477)

Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma menjadi salah seorang ulama di kalangan sahabat. Sampai-sampai ‘Umar ibnul Khaththab radhiyallahu ‘anhu menempatkannya bersama para tokoh sahabat ketika Ibnu ‘Abbas masih belia. (Fathul Bari, 7/127)

Dalam kehidupan sahabat, ada Ummu Sulaim bintu Milhan radhiyallahu ‘anha, ibu Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu, yang begitu besar keinginannya agar anaknya mendapatkan kehidupan yang baik di dunia dan akhirat. Dia serahkan anaknya untuk melayani Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan meminta doa beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk anaknya. Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu menceritakan:

دَخَلَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَلَيْنَا وَمَا هُوَ إِلاَّ أَنَا وَأُمِّي وَأُمُّ حَرَامٍ خَالَتِي، فَقَالَتْ أُمِّي: يَا رَسُوْلَ اللهِ، خُوَيْدِمُكَ، ادْعُ اللهَ لَهُ. قَالَ: فَدَعَا لِي بِكُلِّ خَيْرٍ، وَكَانَ فِي آخِرِ مَا دَعَا لِي بِهِ أَنْ قَالَ: اللَّهُمَّ أَكْثِرْ مَالَهُ وَوَلَدَهُ وَبَارِكْ لَهُ فِيْهِ

“Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah masuk ke rumah kami dan di situ hanya ada aku, ibuku dan Ummu Haram bibiku. Ibuku mengatakan, ‘Wahai Rasulullah, ini pelayan kecilmu. Doakanlah dia’. Kemudian beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam memohonkan untukku segala kebaikan, dan di akhir doa beliau untukku, beliau berkata, ‘Ya Allah, banyakkanlah harta dan anaknya, serta berikanlah barakah kepadanya’.” (HR. Muslim no. 2481)

Allah Subhanahu wa Ta’ala mengabulkan doa beliau, hingga Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu mengatakan tentang dirinya, “Hartaku sungguh banyak, sementara anak cucuku mencapai sekitar seratus orang sekarang.” (HR. Muslim no. 2481)

Apabila orangtua merasakan beban kesempitan dan kesusahan karena sikap anak-anak, hendaknya berlapang dada dan memaafkan, serta mendoakan agar si anak mendapatkan kebaikan. Sesungguhnya doa orangtua termasuk doa yang akan dikabulkan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala. Tentang hal ini, Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu menyampaikan bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

ثَلاَثُ دَعَوَاتٍ مُسْتَجَابَاتٍ لاَ شَكَّ فِيْهِنَّ: دَعْوَةُ الْوَالِدِ، وَدَعْوَةُ الْمُسَافِرِ، وَدَعْوَةُ الْمَظْلُوْمِ

“Ada tiga doa yang pasti akan terkabul, tidak diragukan lagi: doa ibubapa, doa orang yang bermusafir, dan doa orang yang dizalimi.” (HR. Abu Dawud no. 1536, dikatakan oleh Asy-Syaikh Al-Albani rahimahullahu dalam Shahih Sunan Abi Dawud: hasan)

Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang kita mendoakan keburukan terhadap anak-anak. Jabir radhiyallahu ‘anhu mengatakan bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda:

لاَ تَدْعُوا عَلَى أَنْفُسِكُمْ، وَلاَ تَدْعُوا عَلَى أَوْلاَدِكُمْ، وَلاَ تَدْعُوا عَلَى أَمْوَالِكُمْ، لاَ تُوَافِقُوا مِنَ اللهِ سَاعَةً يُسْأَلُ فِيْهَا عَطَاءٌ فَيَسْتَجِيْبَ لَكُمْ

“Jangan mendoakan keburukan bagi diri kalian, jangan berdoa keburukan bagi anak-anak kalian, dan jangan pula berdoa keburukan bagi harta kalian. Jangan sampai ia bertepatan dengan saat Allah yang jika diminta suatu permintaan saat itu pasti akan Dia kabulkan.” (HR. Muslim no. 3009)

Pernah terjadi seseorang menepati saat dikabulkannya doa, hingga dikabulkan permohonannya. Ini banyak terjadi ketika marah. Saat marah, terkadang orang mendoakan keburukan untuk dirinya, atau kadang kala pada anaknya. Dia katakan, ‘Semoga Allah Subhanahu wa Ta’ala membinasakanmu!’ atau ‘Semoga Allah Subhanahu wa Ta’ala memberikan balasan yang buruk kepadamu!’, ataupun yang semisal itu. Sampai-sampai ada yang mendoakan anaknya agar mendapat laknat! Nas`alullahal ‘afiyah. (Syarh Riyadhish Shalihin, 4/33)

Akibatnya, bukan semakin baik si anak, namun semakin rosak. Semakin jauh dari kebenaran dan semakin gelap pula masa depannya. Tak ada kebahagiaan hidupnya di dunia, terancam pula kehidupannya di akhirat kelak. Na’udzu billahi min dzalik!

Oleh itu cukup sudah bagi kita, para ibubapa di mana terdapat banyak contoh tauladan yang termaktub dalam Al-Kitab dan As-Sunnah. Maka sudah semestinya kita sebagai ibubapa menyedari bahawa Allah Subhanahu wa Ta’ala-­lah yang memberikan kebaikan buat anak-anak kita. Maka menjadi tanggungjawab kita sebagai ibubapa harus sentiasa mendoakan kebaikan buat mereka.

Wallahua’lam

Tiga Kunci Sukses Ibadah

بسم الله الرحمن الرحيم
Berkata Syaikh Abdullah bin Abdurrahman Al Bassam rahimahullah -salah seorang ulama besar di Saudi Arabia- di dalam kitabnya yang masyhur Taudhihul Ahkam Syarhu Bulughil Maram (1/201):

Sepatutnya bagi seseorang yang berwudhuk dan bagi setiap orang yang melakukan suatu ibadah ketika hendak melakukannya untuk memperhatikan tiga hal berikut:

1. Ketaatan kepada Allah. Dia melakukan ibadah tersebut adalah sebagai bentuk ketaatan kepada Allah agar timbul di dalam hatinya rasa pengagungan terhadap ibadah tersebut.

2. Pendekatan diri kepada Allah. Dia melakukan ibadah itu dengan tujuan untuk mendekatkan diri kepada Allah agar dia bisa mencapai derajat muraqabah (merasa diri diawasi oleh Allah) sehingga ibadahnya menjadi baik.

3. Meneladani Nabi صلى الله عليه وسلم . Dia melakukan ibadah tersebut sesuai dengan tuntunan dan tuntutan yang diajarkan oleh Nabi Muhammad صلى لله عليه وسلم agar terwujud hakikat meneladani beliau صلى الله عليه وسلم .

والحمد لله رب العالمين
Perhatian: Perkataan beliau di atas telah mengalami perubahan redaksi seperlunya tanpa mengubah makna aslinya sedikitpun.
- See more at: http://mzakihidayat.blogspot.com/2012/09/tiga-kunci-sukses-ibadah.html#sthash.iYWwYMMP.dpuf

Berkata Syaikh Abdullah bin Abdurrahman Al Bassam rahimahullah -salah seorang ulama besar di Saudi Arabia- di dalam kitabnya yang masyhur Taudhihul Ahkam Syarhu Bulughil Maram (1/201):

Sepatutnya bagi seseorang yang berwudhuk dan bagi setiap orang yang melakukan suatu ibadah ketika hendak melakukannya untuk memperhatikan tiga hal berikut:

1. Ketaatan kepada Allah. Dia melakukan ibadah tersebut adalah sebagai bentuk ketaatan kepada Allah agar timbul di dalam hatinya rasa pengagungan terhadap ibadah tersebut.

2. Pendekatan diri kepada Allah. Dia melakukan ibadah itu dengan tujuan untuk mendekatkan diri kepada Allah agar dia bisa mencapai derajat muraqabah (merasa diri diawasi oleh Allah) sehingga ibadahnya menjadi baik.

3. Meneladani Nabi صلى الله عليه وسلم . Dia melakukan ibadah tersebut sesuai dengan tuntunan dan tuntutan yang diajarkan oleh Nabi Muhammad صلى لله عليه وسلم agar terwujud hakikat meneladani beliau صلى الله عليه وسلم .

والحمد لله رب العالمين
Perhatian: Perkataan beliau di atas telah mengalami perubahan redaksi seperlunya tanpa mengubah makna aslinya sedikitpun. - See more at: http://mzakihidayat.blogspot.com/2012/09/tiga-kunci-sukses-ibadah.html#sthash.iYWwYMMP.dpuf
sumber: Al-Ustadzah Ummu ‘Abdirrahman Bintu ‘Imran

Tiga Kunci Sukses Ibadah

بسم الله الرحمن الرحيم
Berkata Syaikh Abdullah bin Abdurrahman Al Bassam rahimahullah -salah seorang ulama besar di Saudi Arabia- di dalam kitabnya yang masyhur Taudhihul Ahkam Syarhu Bulughil Maram (1/201):

Sepatutnya bagi seseorang yang berwudhuk dan bagi setiap orang yang melakukan suatu ibadah ketika hendak melakukannya untuk memperhatikan tiga hal berikut:

1. Ketaatan kepada Allah. Dia melakukan ibadah tersebut adalah sebagai bentuk ketaatan kepada Allah agar timbul di dalam hatinya rasa pengagungan terhadap ibadah tersebut.

2. Pendekatan diri kepada Allah. Dia melakukan ibadah itu dengan tujuan untuk mendekatkan diri kepada Allah agar dia bisa mencapai derajat muraqabah (merasa diri diawasi oleh Allah) sehingga ibadahnya menjadi baik.

3. Meneladani Nabi صلى الله عليه وسلم . Dia melakukan ibadah tersebut sesuai dengan tuntunan dan tuntutan yang diajarkan oleh Nabi Muhammad صلى لله عليه وسلم agar terwujud hakikat meneladani beliau صلى الله عليه وسلم .

والحمد لله رب العالمين
Perhatian: Perkataan beliau di atas telah mengalami perubahan redaksi seperlunya tanpa mengubah makna aslinya sedikitpun.
- See more at: http://mzakihidayat.blogspot.com/2012/09/tiga-kunci-sukses-ibadah.html#sthash.iYWwYMMP.dpuf

Tiga Kunci Sukses Ibadah

بسم الله الرحمن الرحيم
Berkata Syaikh Abdullah bin Abdurrahman Al Bassam rahimahullah -salah seorang ulama besar di Saudi Arabia- di dalam kitabnya yang masyhur Taudhihul Ahkam Syarhu Bulughil Maram (1/201):

Sepatutnya bagi seseorang yang berwudhuk dan bagi setiap orang yang melakukan suatu ibadah ketika hendak melakukannya untuk memperhatikan tiga hal berikut:

1. Ketaatan kepada Allah. Dia melakukan ibadah tersebut adalah sebagai bentuk ketaatan kepada Allah agar timbul di dalam hatinya rasa pengagungan terhadap ibadah tersebut.

2. Pendekatan diri kepada Allah. Dia melakukan ibadah itu dengan tujuan untuk mendekatkan diri kepada Allah agar dia bisa mencapai derajat muraqabah (merasa diri diawasi oleh Allah) sehingga ibadahnya menjadi baik.

3. Meneladani Nabi صلى الله عليه وسلم . Dia melakukan ibadah tersebut sesuai dengan tuntunan dan tuntutan yang diajarkan oleh Nabi Muhammad صلى لله عليه وسلم agar terwujud hakikat meneladani beliau صلى الله عليه وسلم .

والحمد لله رب العالمين
Perhatian: Perkataan beliau di atas telah mengalami perubahan redaksi seperlunya tanpa mengubah makna aslinya sedikitpun.
- See more at: http://mzakihidayat.blogspot.com/2012/09/tiga-kunci-sukses-ibadah.html#sthash.iYWwYMMP.dpuf

0 comments:

Post a Comment