Copyright © Ummu Sumayyah's Online Market
Design by Dzignine
Friday 29 November 2013

Meraih Kemuliaan Hakiki Dengan Ilmu Yang Benar

Bismillah

Teks : Ummu Sumayyah


Walaupun banyak di antara kita yang menyedari bahawa hidup di dunia ini hanyalah sementara dan kita semua akan kembali ke kampung akhirat. Akan tetapi masih ada saja yang hatinya tertawan dengan dunia dan perhiasannya. Dunia, memang masih menjadi tujuan atau orientasi utama kebanyakan orang. Tidak hairanlah kemewahan, kekayaan. harta yang berlimpah ruah, pangkat, populariti, dan berbagai bentuk kesenangan lainnya menjadi buruan kebanyakan manusia siang dan malam. Padahal, kenyataannya dunia adalah fatamorgana, kesenangan yang dirasakan akan meninggalkan kehampaan, kepedihan, dan keletihan. Hanya ilmu agama yang akan menjamin kehidupan sebenar manusia di akhirat nanti.

Siapa yang tidak mengharapkan anaknya menjadi seorang yang punya kedudukan? Hampir tidak ada ibubapa yang tidak memiliki harapan serta bayangan cita-cita setinggi langit untuk anak-anak mereka. Biasanya, sejak si anak masih di dalam buaian lagi, mereka telah menyimpan berbagai keinginan dan harapan.  “Semoga anakku menjadi ‘orang’, semoga memiliki masa depan yang lebih baik dari pada ibu bapanya, semoga jadi orang yang paling ini, paling itu ….” dan sejuta angan-angan ‘semoga’ buat anaknya.

Tidak berhenti setakat itu sahaja, malah segala yang dapat mendukung tercapainya cita-cita itu pun turut disediakan sejak dari mula lagi. Mulai dari tabungan pendidikan seperti insuran, tabung amanah serta lain-lain perancangan telah disediakan. Berbagai pendidikan prasekolah juga di beri kepada anak-anak agar melancarkan lagi jalan si anak memperoleh cita-citanya atau justru cita-cita kedua orangtuanya.

Namun di sebalik segala cita-cita itu, ada sebuah kemuliaan yang seringkali dilupakan, bahkan diremehkan oleh banyak ibubapa. Padahal inilah kemuliaan hakiki yang akan didapati oleh si anak jika dia benar-benar meraihnya. Kemuliaan yang disebutkan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala dalam Kitab-Nya yang mulia:

يَرْفَعِ اللهُ الَّذِيْنَ آمَنُوْا مِنْكُمْ وَالَّذِيْنَ أُوْتُوا العِلْمَ دَرَجَاتٍ

“Allah akan mengangkat orang-orang yang beriman di antara kalian dan orang-orang yang berilmu beberapa darjat.”(Al-Mujadilah: 21)

Demikianlah, dalam kalam-Nya ini Allah Subhanahu wa Ta’ala menyatakan bahwa Dia akan mengangkat darjat orang yang beriman lagi berilmu di atas orang yang beriman namun tidak berilmu. Ketinggian darjat akan diperolehnya di dunia berupa kedudukan yang tinggi serta reputasi yang baik, juga akan dicapai pula di akhirat berupa kedudukan yang tinggi di dalam syurga. (Fathul Bari 1/186)

Mengapa tidak cukup dengan kedudukan dan kekayaan sebagai bekalan? Bukankah dengan itu anak akan mendapatkan segalanya? Nampaknya benar bila kita tidak mengkaji sedalam-dalamnya. Namun sesungguhnya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah mengatakan, sebagaimana yang disampaikan oleh Abu Kabsyah Al-Anmari radhiyallahu ‘anhu:

إِنَّمَا الدُّنْيَا لأَرْبَعَةِ نَفَرٍ: عَبْدٍ رَزَقَهُ اللهُ مَالاً وَعِلْمًا فَهُوَ يَتَّقِي فِي مَالِهِ رَبَّهُ وَيَصِلُ فِيْهِ رَحِمَهُ وَيَعْلَمُ لِلهِ فِيْهِ حَقًّا، فَهَذَا بِأَفْضَلِ الْمَنَازِلِ، وَعَبْدٍ رَزَقَهُ اللهُ عِلْمًا وَلَمْ يَرْزُقْهُ مَالاً، فَهُوَ صَادِقُ النِّيَّةِ يَقُوْلُ: لَوْ أَنَّ لِي مَالاً لَعَمِلْتُ بِعَمَلِ فُلاَنٍ، فَهُوَ بِنِيَّتِهِ وَهُمَا فَأَجْرُهُمَا سَوَاءٌ، وَعَبْدٍ رَزَقَهُ اللهُ مَالاً وَلَمْ يَرْزُقْهُ عِلْمًا، فَهُوَ يَخْبِطُُ فِي مَالِهِ بِغَيْرِ عِلْمٍ لاَ يَتَّقِي فِيْهِ رَبَّهُ وَلاَ يَصِلُ فِيْهِ رَحِمَهُ وَلاَ يَعْلَمُ لِلهِ فِيْهِ حَقًّا، فَهَذَا بِأَخْبَثِ الْمَنَازِلِ، وَعَبْدٍ لَمْ يَرْزُقْهُ اللهُ مَالاً وَلاَ عِلْمًا فَهُوَ يَقُوْلُ: لَوْ أَنَّ لِي مَالاً لَعَمِلْتُ بِعَمَلِ فُلاَنٍ، فَهُوَ بِنِيَّتِهِ فَوِزْرُهُمَا سَوَاءٌ

“Dunia itu diberikan kepada empat golongan:

(1) Seorang hamba yang Allah anugerahi harta dan ilmu, maka dia pun bertakwa kepada Rabbnya dan menggunakan hartanya untuk menyambung tali silaturrahim dan mengetahui bahwa Allah memiliki hak dalam hartanya itu, maka dia berada pada darjat yang paling mulia di sisi Allah.

(2) Dan seorang hamba yang Allah kurniakan dengan ilmu namun tidak diberi harta, dia adalah seorang yang benar niatnya. Dia katakan, ‘Seandainya aku memiliki harta, aku akan beramal seperti amalan Fulan’, maka dengan niatnya itu pahala mereka berdua sama.

(3) Juga seorang hamba yang Allah beri harta namun tidak dikurniakan ilmu, sehingga dia gunakan hartanya tanpa ilmu. Dia tidak bertakwa kepada Rabbnya, dan tidak menggunakan hartanya untuk menyambung tali silaturrahim, dan tidak pula mengetahui ada hak Allah dalam hartanya, maka dia berada pada darjat yang paling hina di sisi Allah.

(4) Dan seorang hamba yang tidak Allah beri harta mahupun ilmu, lalu dia mengatakan, ‘Seandainya aku memiliki harta aku akan berbuat seperti perbuatan Fulan’, maka dengan niatnya itu dosa mereka berdua sama.”

(HR. At-Tirmidzi no. 2325, dikatakan oleh Asy-Syaikh Al-Albani rahimahullahu dalam Shahih Sunan At-Tirmidzi: Shahih)

Dengan begitu, jelaslah bahwa sekadar bekalan harta sahaja tidak mencukupi bagi seseorang. Perlu sesuatu yang lebih penting daripada itu, yang justeru nanti akan menyelamatkannya dari kerusakan dalam menguruskan harta yang dimilikinya. Itulah ilmu. Tentunya berbeza orang yang mengetahui syariat Allah Subhanahu wa Ta’ala dengan orang yang tidak mengetahuinya, bagaikan perbezaan siang dan malam, sebagaimana Allah berfirman :

هَلْ يَسْتَوِي الَّذِيْنَ يَعْلَمُوْنَ وَالَّذِيْنَ لاَ يَعْلَمُوْنَ

“Apakah sama antara orang yang berilmu dengan orang yang tidak berilmu?” (Az Zumar: 9)

Amirul Mukminin ‘Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu pernah menasehatkan tentang keutamaan ilmu dibandingkan dengan harta:

العِلْمُ خَيْرٌ مِنَ الْمَالِ، العِلْمُ يَحْرُسُكَ وَأَنْتَ تَحْرُسُ الْمَالَ، العِلْمُ يَزْكُو عَلَى العَمَلِ وَالْمَالُ تُنْقِصُهُ النَّفَقَةُ، وَمَحَبَّةُ العَالِمِ دِيْنٌ يُدَانُ بِهِ، العِلْمُ يُكْسِبُ العَالِمَ الطَّاعَةَ فِي حَيَاتِهِ، وَجَمِيْلَ اْلأُحْدُوْثَةِ بَعْدَ مَوْتِهِ، وَصَنِيْعَةُ الْمَالِ تَزُوْلُ بِزَوَالِهِ، مَاتَ خُزَّانُ اْلأَمْوَالِ وَهُمْ أَحْيَاءُ وَالْعُلَمَاءُ بَاقُوْنَ مَا بَقِيَ الدَّهْرُ، أَعْيَانُهُمْ مَفْقُوْدَةٌ وَأَمْثَالُهُمْ فِي القُلُوْبِ مَوْجُوْدَةٌ

“Ilmu itu lebih baik daripada harta, kerana ilmu akan menjagamu sementara harta harus kita yang menjaganya. Ilmu akan terus bertambah dan berkembang dengan diamalkan sementara harta akan berkurang dengan penggunaan. Dan mencintai seorang yang berilmu adalah agama yang dipegangi. Ilmu akan membawa pemiliknya untuk berbuat taat selama hidupnya dan akan meninggalkan nama yang harum setelah matinya. Sementara orang yang memiliki harta akan hilang seiring dengan hilangnya harta. Pengumpul harta itu seakan telah mati padahal sebenarnya dia masih hidup. Sementara orang yang berilmu akan tetap hidup sepanjang masa. Jasad-jasad mereka telah tiada, namun mereka tetap ada di hati manusia.” (dinukil dari Min Washaya As-Salaf, hal. 13-14)

Al-Imam Al-Hasan Al-Bashri rahimahullahu pernah pula mengatakan:

بَابٌ مِنَ الْعِلْمِ يَتَعَلَّمُهُ الرَّجُلُ خَيْرٌ لَهُ مِنَ الدُّنْيَا وَمَا فِيْهَا

“Satu bab ilmu agama yang dipelajari oleh seseorang lebih baik baginya daripada dunia seisinya.” (dinukil dari Waratsatul Anbiya`, hal. 18)

Ayat-ayat di dalam Al-Qur`an, maupun Sunnah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam banyak yang menyebutkan tentang kemuliaan orang yang berilmu. Ayat dalam surah Al-Mujadilah di atas adalah salah satunya. Bahkan Allah Subhanahu wa Ta’ala tidak memerintahkan Rasul-Nya Shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk meminta tambahan sesuatu kecuali ilmu:

وَقُلْ رَبِّ زِدْنِي عِلْمًا

“Dan katakanlah: Wahai Rabbku, tambahkanlah ilmu padaku.” (Thaha: 114)

Ash-Shadiqul Mashduq (yang jujur dan dibenarkan kabar yang dibawanya), Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengatakan bahwa orang berilmu akan mendapatkan kebaikan hakiki dari sisi Allah Subhanahu wa Ta’ala. Hal ini disampaikan Mu’awiyah bin Abi Sufyan radhiyallahu ‘anhuma ketika berkhutbah:

سَمِعْتُ رَسُوْلَ اللهِ يَقُوْلُ: مَنْ يُرِدِ اللهُ بِهِ خَيْرًا يُفَقِّهْهُ فِي الدِّيْنِ

“Aku mendengar Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: ‘Barangsiapa yang Allah kehendaki mendapatkan kebaikan, maka Allah akan faqihkan dia dalam agama’.” (HR. Al-Bukhari no. 71 dan Muslim no. 1037)

Ucapan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam ini menunjukkan keutamaan ilmu dan memahami agama serta berisi anjuran untuk mendapatkannya. Kerana semua ini akan menuntun seseorang untuk bertakwa kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. (Syarh Shahih Muslim, 7/127)

Dari sini bisa difahami bahwa orang yang tidak memahami agama –dalam erti mempelajari kaedah-kaedah Islam dan segala yang berkaitan dengannya– bererti Allah Subhanahu wa Ta’ala haramkan dari kebaikan. (Fathul Bari, 1/217)

Inilah yang dicita-citakan oleh para pendahulu kita yang soleh. Mereka tidak bercita-cita agar anak mereka kelak menjadi hartawan atau penguasa, karena mereka sangat memahami, kemuliaan dan kebaikan mana yang hakiki. Oleh karena itu, mereka senantiasa berupaya agar anak-anak mereka menjadi anak-anak yang berhias dengan adab yang tinggi dan berbekal dengan ilmu. Mereka merasakan kebanggaan bila si anak memiliki pemahaman terhadap syariat Allah Subhanahu wa Ta’ala ini lebih dari kebanggaan apa pun, dan merasakan penyesalan bila si anak terlepas dari keutamaan seperti ini

‘Umar ibnul Khaththab radhiyallahu ‘anhu menyertakan putranya, ‘Abdullah bin ‘Umar radhiyallahu ‘anhuma untuk duduk di majlis Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersama orang-orang dewasa dari kalangan para sahabat. Ibnu ‘Umar adalah peserta termuda didalam majlis Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam ini. ‘Umar pun merasa bangga bila sang putra memiliki ilmu lebih daripada yang dimiliki orang lain yang ada di situ. Peristiwa ini dikisahkan sendiri oleh ‘Abdullah bin ‘Umar radhiyallahu ‘anhuma:

كُنَّا عِنْدَ رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ: أَخْبِرْنِي بِشَجَرَةٍ تُشْبِهُ أَوْ كَالرَّجُلِ الْمُسْلِمِ لاَ يَتَحَاتُّ وَرَقُهَا وَلاَ وَلاَ وَلاَ، تُؤْتِي أُكُلَهَا كُلَّ حِيْنٍ. قَالَ ابْنُ عُمَرَ: فَوَقَعَ فِي نَفْسِي أَنَّهَا النَّخْلَةُ، وَرَأَيْتُ أَبَا بَكْرٍ وَعُمَرَ لاَ يَتَكَلَّمَانِ، فَكَرِهْتُ أَنْ أَتَكَلَّمَ. فَلَمَّا لَمْ يَقُوْلُوْا شَيْئًا قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: هِيَ النَّخْلَةُ. فَلَمَّا قُمْنَا قُلْتُ لِعُمَرَ: يَا أَبَتَاهُ، وَاللهِ لَقَدْ كَانَ وَقَعَ فِي نَفْسِي أَنَّهَا النَّخْلَةُ. فَقَالَ: مَا مَنَعَكَ أَنْ تَكَلَّمَ؟ قَالَ: لَمْ أَرَكُمْ تَكَلَّمُوْنَ فَكَرِهْتُ أَنْ أَتَكَلَّمَ أَوْ أَقُوْلَ شَيْئًا. قَالَ عُمَرُ: لأَنْ تَكُوْنَ قُلْتَهَا أَحَبُّ إِلَيَّ مِنْ كَذَا وَكَذَا

“Kami dulu pernah duduk di sisi Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, lalu beliau bertanya pada kami, ‘Beritahukan padaku tentang sebuah pohon yang menyerupai atau seperti seorang muslim, tak pernah gugur daunnya, tidak demikian dan demikian, selalu berbuah sepanjang waktu.’ Ibnu ‘Umar berkata, ‘Waktu itu terlintas dalam benakku bahwa itu adalah pohon kurma. Namun aku melihat Abu Bakr dan ‘Umar tidak menjawab apa pun sehingga aku pun merasa segan pula untuk menjawabnya. Ketika para shahabat tidak menjawab sedikit pun, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ‘Itu pohon kurma.’ Saat kami telah selesai, kukatakan pada ayahku ‘Umar, ‘Wahai ayah, demi Allah, sesungguhnya tadi terlintas dalam benakku, itu adalah pohon kurma.’ Ayahku pun bertanya, ‘Lalu apa yang membuatmu tidak menjawab?’ Ibnu ‘Umar menjawab, ‘Aku melihat anda semua tidak berbicara sehingga aku merasa segan pula untuk menjawab atau mengatakan sesuatu.’ Kata ‘Umar, ‘Sungguh kalau tadi engkau menjawab, itu lebih aku sukai daripada aku memiliki ini dan itu!’.” (HR Al-Bukhari no. 4698)

Para pendahulu kita amat bersemangat agar anak-anak mereka memiliki pendidikan sejak dari kecil lagi dan benar-benar berpesan kepada si anak agar bersemangat dalam menuntut ilmu. Mereka betul-betul memberi perhatian kepada anak-anak dengan memberikan prasarana yang akan digunakan anak mereka dalam menuntut ilmu. Seperti ‘Utbah bin Abi Sufyan radhiyallahu ‘anhu yang berpesan kepada pendidik putranya: “Ajarilah dia Kitabullah, puaskan dia dengan hadits dan jauhkan dia dari syi’ir (syair yang menyesatkan).” (dinukil dari Waratsatul Anbiya`, hal. 30)

Banyak gambaran dalam kehidupan salafush soleh yang menukilkan semangat mereka terhadap pendidikan anak yang dilandasi dengan Kitabullah dan sunnah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Mereka ajarkan pada si anak tentang beratnya perjalanan menuntut ilmu dengan segala rintangan. Bahkan mereka sanggup kehilangan harta demi perjalanan anak-anak mereka untuk menuntut ilmu agar kelak dapat memberikan menafaat kepada diri si anak sendiri khususnya dan kepada Islam dan kaum muslimin amnya.

Bila ilmu dimiliki oleh seseorang, maka kehormatan dan kemuliaan akan datang tanpa diundang dan dicari-cari. Tanpa mengira keturunan dan rupa paras. Memang, bila akhirat menjadi tujuan seseorang, maka dunia pun akan Allah Subhanahu wa Ta’ala datangkan kepadanya. Sebaliknya, bila dunia yang menjadi cita-citanya, maka kehinaan semata yang akan dia diperolehinya. Demikian dikatakan oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu pernah mendengar beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

مَنْ كَانَتِ اْلآخِرَةُ هَمَّهُ جَعَلَ اللهُ غِنَاهُ فِي قَلْبِهِ وَجَمَعَ لَهُ شَمْلَهُ، وَأَتَتْهُ الدُّنْيَا وَهِيَ رَاغِمَةٌ، وَمَنْ كَانَتِ الدُّنْيَا هَمَّهُ جَعَلَ اللهُ فَقْرَهُ بَيْنَ عَيْنَيْهِ، وَفَرَّقَ عَلَيْهِ شَمْلَهُ، وَلَمْ يَأْتِهِ مِنَ الدُّنْيَا إِلاَّ مَا قُدِّرَ لَهُ

“Barangsiapa yang akhirat menjadi tujuannya, Allah akan jadikan kekayaan dalam hatinya, dan Allah kumpulkan baginya urusannya yang bercerai-berai, dan dunia akan mendatanginya dalam keadaan tidak suka kepadanya. Dan barangsiapa yang dunia menjadi cita-citanya, Allah akan jadikan kefakiran di depan matanya, Dia cerai-beraikan urusannya, dan dunia tidak akan mendatanginya kecuali hanya apa yang telah ditentukan baginya.” (HR. At-Tirmidzi no. 2465, dikatakan oleh Asy-Syaikh Al-Albani dalam Shahih Sunan At-Tirmidzi: Shahih)

Ibnul Jauzi rahimahullahu pernah menasihati putranya dan menganjurkannya untuk menyibukkan diri dengan ilmu. Beliau berkata, “Ketahuilah, ilmu itu akan mengangkat orang yang hina. Banyak dikalangan ulama yang tidak memiliki nasab yang boleh dibanggakan dan tidak punya wajah yang rupawan.”

Oleh karena itu, ibubapa hendaklah selalu berusaha membimbing anak-anaknya untuk mengikuti halaqah-halaqah ilmu, menekankannya, dan memberi semangat kepada mereka agar bersungguh-sungguh dalam menempuh jalan untuk menuntut ilmu yang benar, tanpa rasa bosan dan letih. Karena jalan ini akan memberikan mereka ketakwaan kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala yang berpehujungnya syurga Allah yang kekal abadi. Benarlah janji Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam yang disampaikan oleh sahabat yang mulia, Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu:

مَنْ سَلَكَ طَرِيْقًا يَلْتَمِسُ فِيْهِ عِلْمًا سَهَّلَ اللهُ لَهُ بِهِ طَرِيْقًا إِلَى الْجَنَّةِ

“Barangsiapa menempuh suatu jalan untuk mencari ilmu, Allah akan mudahkan baginya dengan ilmu tersebut, jalan menuju surga.” (HR. Muslim no. 2699)

Wallahu’alam.

Sumber : Al-Ustadzah Ummu ‘Abdirrahman Bintu ‘Imran
Wednesday 27 November 2013

Tiga Golongan Manusia Di Hari Kiamat Nanti

Bismillah

Teks : Ummu Sumayyah

Pada hari kiamat nanti, manusia akan terbahagi kepada tiga golongan. Ini diambil dari firman Allah Ta’ala dalam Surat Al-Waqi’ah, sebagai berikut :

إِذَا وَقَعَتِ الْوَاقِعَةُ (١)لَيْسَ لِوَقْعَتِهَا كَاذِبَةٌ (٢)خَافِضَةٌ رَافِعَةٌ (٣)إِذَا رُجَّتِ الأرْضُ رَجًّا (٤)وَبُسَّتِ الْجِبَالُ بَسًّا (٥)فَكَانَتْ هَبَاءً مُنْبَثًّا (٦)وَكُنْتُمْ أَزْوَاجًا ثَلاثَةً (٧)فَأَصْحَابُ الْمَيْمَنَةِ مَا أَصْحَابُ الْمَيْمَنَةِ (٨)وَأَصْحَابُ الْمَشْأَمَةِ مَا أَصْحَابُ الْمَشْأَمَةِ (٩)وَالسَّابِقُونَ السَّابِقُونَ (١٠)أُولَئِكَ الْمُقَرَّبُونَ (١١)فِي جَنَّاتِ النَّعِيمِ (١٢)ثُلَّةٌ مِنَ الأوَّلِينَ (١٣)وَقَلِيلٌ مِنَ الآخِرِينَ (١٤)

Apabila terjadi hari kiamat. Tidak seorangpun dapat berdusta tentang kejadiannya. (Kejadian itu) merendahkan (satu golongan) dan meninggikan (golongan yang lain). Apabila bumi digoncangkan sedahsyat-dahsyatnya. Dan gunung-gunung dihancur luluhkan seluluh-luluhnya. Maka jadilah ia debu yang beterbangan. Dan kamu menjadi tiga golongan. Yaitu golongan kanan, alangkah mulianya golongan kanan itu. Dan golongan kiri, alangkah sengsaranya golongan kiri itu. Dan orang-orang yang beriman paling dahulu. Mereka Itulah yang didekatkan kepada Allah. Berada dalam jannah kenikmatan. Segolongan besar dari orang-orang yang terdahulu. Dan segolongan kecil dari orang-orang yang kemudian.” (QS Al-Waqi’ah : 1-14)

Dalam ayat-ayat tersebut di jelaskan, bahwa pada hari kiamat nanti manusia akan terbagi menjadi tiga golongan, iaitu :

(1)   Golongan Kanan, iaitu golongan orang-orang yang akan diberikan catatan amal mereka dari tangan kanan mereka, dan mereka itulah ahli surga.

(2)   Golongan Kiri, iaitu golongan orang-orang yang akan diberikan catatan amal mereka dari tangan kiri mereka, dan mereka itulah calon penduduk neraka.

(3)   Golongan yang paling terdahulu (terdepan), yang selalu berlumba-lumba dalam melakukan ketaatan dan ibadah kepada Alloh.

Para ulama menjelaskan ciri-ciri mereka itu semua seperti berikut :

(1)   Golongan As-Sabiquunas Sabiquun (yang berlumba-lumba dan terdepan), yakni orang-orang yang melakukan amal-amal yang diwajibkan atas mereka, dan bersemangat dalam melakukan amal-amal yang disunnahkan kepada mereka, juga berusaha menjauhkan diri mereka dari perkara yang haram dan yang makruh, dan berhati-hati dari perkara yang mutasyabihat dalam perkara yang dimubahkan atas mereka, kerana takut terjatuh dalam perkara yang haram.

(2)   Golongan Ashabul Yamin (Golongan Kanan), yakni orang-orang yang melakukan amal-amal yang diwajibkan atas mereka dan menjauhi yang haram, tetapi mereka kurang semangat dalam melakukan perkara-perkara yang sunnah, dan terkadang mereka terjatuh pada perkara makruh, dan bersenang-senang dalam perkara yang mubah (sesuatu yang bila dikerjakan atau ditinggalkan tidak mendapat pahala dan tidak berdosa. Dengan kata lain, amal (perbuatan)yang boleh).

(3)   Golongan Ashabus Syimal (Golongan Kiri), iaitu orang-orang yang melakukan sebagian perkara yang haram, dan meninggalkan sebahagian perkara yang diwajibkan, kemudian tidak memiliki himmah (kepedulian dan semangat) yang tinggi dalam melakukan amal-amal yang disunnahkan. Golongan yang seperti ini  terbagi lagi dua golongan, yaitu orang mukmin yang fasiq (ahli maksiat), kemudian golongan orang-orang kafir.

Wahai saudaraku kaum muslimin sekelian, marilah kita muhasabah dan melihat kepada diri kita masing-masing, kita ini termasuk di dalam golongan yang mana satu. Apabila kita menginginkan kebaikan diri kita di akhirat nanti, marilah kita berusaha dan berlumba-lumba untuk menjadi  golongan yang utama.

Wallahu a’lam.

sumber : Al Ustadz Muhammad Asnur, Khutbah 
Monday 25 November 2013

Ajari Anak-Anak Tentang Pentingnya Solat

Bismillah

Teks : Ummu Sumayyah

Solat adalah tiang agama. Solat akan mempengaruhi kehidupan akhirat seseorang muslim. Namun pada masa kini kita dapati ramai orang-orang islam yang menganggap solat ini tidak penting dan mereka sering melewat-lewatkan solat kerana sibuk dengan urusan duniawi dan ada juga yang tidak mengerjakan langsung amalan ini. Maka sudah menjadi tanggungjawab kita sebagai ibu bapa harus memberi penekanan tentang kewajipan solat kepada anak-anak sejak dari kecil lagi.


Sudah menjadi kebiasaan kepada masyarakat kita, ketika Azan berkumandang di masjid, anak-anak masih tetap tidak berganjak dari depan TV, masih leka bermain, atau masih diulit mimpi di tempat tidur malas untuk bangun di awal pagi untuk mengerjakan solat subuh.  Kadang-kadang hanya mengerjakan solat ketika waktu solat sudah hampir tamat. Bahkan kebanyakan ibu bapa tidak mengambil berat akan keadaan sebegini. Tetapi berbeza sekali keadaannya ketika melibatkan urusan-urusan keduniaan contoh ketika mengejutkan anak-anaknya bangun pagi untuk ke sekolah atau memanggil mereka pulang dari bermain agar tidak terlambat ke sekolah

Wahai ibu bapa sekelian…! Lupakah kita dengan peringatan dari Rabb semesta alam:

بَلْ تُؤْثِرُوْنَ الْحَيَاةَ الدُّنْيَا. وَاْلآخِرَةُ خَيْرٌ وَأَبْقَى

“Akan tetapi kalian mengutamakan dunia, sementara akhirat itu lebih baik dan lebih kekal.” (Al-A’la: 16-17)

Seorang mukmin yang berakal tentu tidak akan memilih sesuatu yang buruk dengan meninggalkan yang lebih baik atau membeli kesenangan sementara dengan ketenangan yang abadi, karana kecintaan terhadap dunia merupakan pangkal setiap kesalahan. (Taisirul Karimir Rahman hal. 921)


Ibu bapa mana yang tidak menginginkan kebaikan buat anak-anaknya? Malah setiap ibu bapa mengimpikan agar anak mereka menjadi anak yang soleh dan solehah. Untuk mencapai matlamat tersebut maka adalah menjadi tanggungjawab ibu bapa untuk memberi pendidikan kepada anak-anak tentang kewajipan solat.

Inilah yang dilakukan oleh Luqman Al-Hakim, ketika menyampaikan wasiat kepada anaknya:

يَابُنَيَّ أَقِمِ الصَّلاَةَ
 
“Wahai anakku, dirikanlah solat…” (Luqman: 17)

Yang dimaksud adalah menunaikan solat dengan seluruh batasan, kewajiban, dan waktu-waktunya (Tafsir Ibnu Katsir, 6/194).


Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman :


وَأْمُرْ أَهْلَكَ بِالصَّلاَةِ وَاصْطَبِرْ عَلَيْهَا

“Perintahkanlah keluargamu untuk menunaikan solat dan bersabarlah atasnya.” (Thaha: 132)
 

Keluarga diistilahkan kepada individu yang ada di dalam sebuah rumah tangga, baik isteri, anak-anak putra dan putri, ibu saudara atau pun ibu. (Syarh Riyadhush Shalihin, Asy-Syaikh Ibnu ‘Utsaimin rahimahullah, 2/119)

Kita dianjurkan untuk menunaikan solat, baik solat fardhu mahupun solat sunat. Sementara memerintahkan pada sesuatu berarti memerintahkan pada seluruh perkara yang dapat menyempurnakan sesuatu itu. Demikian juga perintah untuk melakukan solat.  Ini bererti kita juga harus mempelajari semua perkara yang berkaitan dengan solat.


Juga bersabar dalam menunaikan solat dengan seluruh batasan, rukun, adab, dan khusyu’ dalam solat, karena hal ini terasa berat bagi jiwa. Akan tetapi, jiwa harus dipaksa dan diperangi untuk menjalankannya, diiringi pula dengan kesabaran, kerana bila seorang hamba menunaikan solat sesuai dengan apa yang diperintahkan, maka dia akan lebih menjaga dan melakukan perkara agama yang lainnya. Sebaliknya, bila seorang hamba meremeh-remehkan solatnya, maka dia akan lebih meremeh-remehkan perkara agama yang lainnya. (Taisirul Karimir Rahman hal. 517)

Begitu pula yang diperintahkan oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam yang disampaikan oleh Amr ibnul ‘Ash radhiallahu ‘anhu:


مُرُوا أُوْلاَدَكُمْ بِالصَّلاَةِ وَهُمْ أَبْنَاءُ سَبْعِ سِنِيْنَ، وَاضْرِبُوهُمْ عَلَيْهَا وَهُمْ أَبْنَاءُ عَشْرٍ، وَفَرِّقُوا بَيْنَهُمْ فِي المَضَاجِعِ

“Perintahkanlah anak-anak kalian untuk solat ketika mereka berusia tujuh tahun dan pukullah mereka bila enggan melakukannya pada usia sepuluh tahun. Dan pisahkanlah tempat tidur di antara mereka.” (HR. Ahmad dan dikatakan oleh Asy-Syaikh Al-Albani rahimahullah dalam Shahih Al-Jami’ Ash-Shaghir no. 5744: “Hadits ini hasan.”)

Inilah di antara hak anak yang harus ditunaikan oleh kedua ibubapa, dengan memerintahkan mereka solat ketika telah mencapai usia tujuh tahun, dan memukul mereka ketika sepuluh tahun sekiranya mereka meremehkan atau meninggalkan solat, dengan syarat anak itu berakal. Ini bererti, apabila anak telah mencapai tujuh atau sepuluh tahun namun mereka tidak berakal (gila), maka mereka tidak diperintah dengan sesuatu pun, tidak pula dipukul bila meninggalkan hal itu. Akan tetapi, ibu bapa harus mencegah terjadinya kerusakan pada diri mereka, baik di dalam maupun di luar rumah.

Yang dimaksud dengan pukulan di sini adalah pukulan yang bersifat mendidik, iaitu pukulan yang tidak membahayakan. Seorang bapa tidak boleh memukul anaknya dengan pukulan yang melampau yang boleh mencederakan anak itu dan juga tidak boleh memukul dengan pukulan  yang bertubi-tubi tanpa ada keperluan. Namun apabila keadaan memaksa misalnya anak tidak mahu menunaikan solat kecuali dengan pukulan, maka seorang bapa berhak memukulnya dengan pukulan untuk memberi pengajaran kepada anak itu dengan tidak mencederakannya. 


Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan kedua ibu bapa untuk memukul bukan untuk menyakiti si anak, melainkan untuk mendidik dan membetulkan mereka. (Syarh Riyadhush Shalihin, Asy-Syaikh Ibnu ‘Utsaimin rahimahullah, 2/123-124)

Tidak hairanlah apabila didapati perintah untuk mengajarkan solat kepada anak-anak dan  mengingatkan kepada mereka tentang kepentingan solat bagi seorang hamba. Di antara sekian banyak keutamaan yang dipetik adalah penjagaan dirinya dari kekejian dan kemungkaran.


إِنَّ الصَّلاَةَ تَنْهَى عَنِ الْفَحْشآءِ وَالْمُنْكَرِ
 
“Sesungguhnya solat itu mencegah dari perbuatan keji dan mungkar.” (Al-‘Ankabut: 45)

Al-Fahsyaa’ dalam ayat di atas meliputi semua kemaksiatan yang diingkari dan dianggap jijik serta disukai oleh hawa nafsu. Sementara Al-Mungkar pula mencakupi seluruh perbuatan maksiat yang diingkari oleh akal dan fitrah.


Seorang hamba yang sentiasa menunaikan solat dengan menyempurnakan setiap rukun-rukun serta syarat-syarat solat dan khusyu’ apabila mengerjakan solat, maka ia akan beroleh cahaya di kalbunya, bersih hatinya, bertambah imannya, bertakwa dan cinta terhadap kebaikan. Bahkan hilang keinginannya untuk melakukan perkara-perkara keburukan dan mencegahnya dari perbuatan keji dan mungkar. Inilah di antara tujuan solat.


Sementara itu, di dalam ibadah solat terdapat maksud yang lebih agung dan lebih besar, iaitu zikir kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dengan hati, lisan dan anggota badan. Allah Subhanahu wa Ta’ala telah menciptakan hamba-hamba-Nya, dan ibadah paling utama yang dilakukan oleh para hamba adalah solat, di dalamnya terkandung ibadah seluruh anggota badan yang tidak terdapat pada ibadah selainnya. (Taisirul Karimir Rahman hal. 632)


Keutamaan lain yang diperoleh seorang hamba dengan solatnya digambarkan oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam banyak perkataan beliau. Di antaranya yang disampaikan oleh Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu:


سَمِعْتُ رَسُولَ اللهِ صَلىَّ اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُوْلُ: أَرَأَيْتُمْ لَوْ أَنَّ نَهْرًا بِبَابِ أَحَدِكُمْ يَغْتَسِلُ مِنْهُ كُلَّ يَوْمٍ خَمْسَ مَرَّاتٍ هَلْ يَبْقَى مِنْ دَرَنِهِ شَيْءٌ؟ 
قَالُوا: لاَ يَبْقَى مِنْ دَرَنِهِ شَيْءٌ؛ قَالَ: فَذَلِكَ مَثَلُ الصَّلَوَاتِ الْخَمْسِ، يَمْحُو اللهُ بِهِنَّ الخَطَايَا
 
“Aku mendengar Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: ‘Bagaimana menurut kalian, bila ada sebuah sungai besar di depan pintu salah seorang dari kalian yang dia mandi di dalamnya lima kali dalam sehari, apakah ada dakinya yang tertinggal?’ Para shahabat menjawab: ‘Tidak akan tertinggal dakinya sedikit pun.’ Beliau pun berkata: ‘Demikian permisalan solat lima waktu, dengannya Allah menghapuskan kesalahan-kesalahan’.” (HR. Al-Bukhari no. 528 dan Muslim no. 668)

Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu juga mengatakan bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:


الصَّلَوَاتُ الْخَمْسُ وَالْجُمُعَةُ إِلَى الْجُمُعَةِ كَفَّارَةٌ لِمَا بَيْنَهُنَّ مَا لَمْ تُغْشَ الكَبَائِرُ
 
“Solat lima waktu, solat Jumaat ke solat Jumaat berikutnya, merupakan penggugur bagi dosa yang ada di antaranya selama tidak dilakukan dosa-dosa besar.” (HR. Muslim no. 233)

‘Utsman bin ‘Affan radhiallahu ‘anhu menyampaikan pula:


سَمِعْتُ رَسُولَ اللهِ صَلىَّ اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ: مَا مِنِ امْرِئٍ مُسْلِمٍ تَحْضُرُهُ صَلاَةٌ مَكْتٌوْبَةٌ فَيُحْسِنُ وُضُوءَهَا وَخُشُوعَهَا وَرُكُوعَهَا إِلاَّ كَانَتْ كَفَّارَةً لِمَا قَبْلَهَا مِنَ الذُّنُوْبِ مَا لَمْ تُؤْتَ كَبِيْرَةٌ، وَذَلِكَ الدَّهْرَ كُلَّهُ
 
“Aku mendengar Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Tidaklah seorang muslim yang didatangi waktu solat fardhu, lalu dia memperbaguskan wudhunya, khusyunya dan ruku’nya, kecuali solatnya akan menjadi penggugur bagi dosa-dosanya yang lalu selama tidak melakukan dosa-dosa besar dan ini terus berlangsung sepanjang masa.” (HR. Muslim no. 228)

Mengajarkan solat pada anak-anak dapat dilakukan dengan berwudhu dan menunaikan solat di hadapan mereka, mengajak mereka ke masjid, mendorong mereka dengan adanya kitab yang berisi tata cara solat seperti 'Sifat Solat Nabi' agar seluruh keluarga dapat pula mempelajari hukum-hukum solat. Selain itu, diajarkan pula Al-Qur’an, dimulai dengan Surat Al-Fatihah serta surat-surat pendek lainnya, kemudian diajarkan untuk menghafal bacaan tahiyyat.


Pastikan anak-anak diajari juga hukum-hukum, syarat-syarat, kewajipan-kewajipan solat, serta hal-hal yang membatalkan solat, sunnah-sunnah, adab-adab dan zikir-zikir dalam solat. Di samping itu, anak laki-laki harus diberi dorongan untuk menunaikan solat Jumaat dan solat jamaah di masjid di belakang barisan saf laki-laki. Apabila anak-anak melakukan kesalahan, maka nasihatilah mereka dengan hikmah dan disertai dengan  lemah lembut,  tidak membentak ataupun mengherdik mereka agar mereka tidak meninggalkan solat sehingga boleh  membuahkan dosa bagi orang tuanya. (Kaifa Nurabbi Auladana hal. 25)


Sementara anak-anak perempuan pula harus diajari tentang keutamaan solat mereka di dalam rumah, sebagaimana Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengajari para wanita:


صَلاَةُ المَرْأَةِ فِي بَيْتِهَا أَفْضَلُ مِنْ صَلاَتِهَا فِي حُجْرَتِهَا، وَصَلاَتُهَا فِي مَخْدَعِهَا أَفْضَلُ مِنْ صَلاَتِهَا فِي بَيْتِهَا
 
“Solat seorang wanita di salah satu ruangan rumahnya lebih utama daripada solatnya di tengah rumahnya dan solatnya di bilik (peribadinya) lebih utama daripada (ruangan lain) di rumahnya.” (HR. Abu Dawud dan dikatakan oleh Asy-Syaikh Muqbil rahimahullah dalam Al-Jami’ush Shahih 2/150: “Hadits ini shahih menurut syarat Al-Imam Muslim.”)

Hal yang tak boleh hilang dari pengajaran solat adalah masalah khusyu’. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman :

قَدْ أَفْلَحَ الْمُؤْمِنُوْنَ. الَّذِينَ هُمْ فِي صَلاَتِهِمْ خَاشِعُوْنَ


“Beruntunglah orang-orang yang beriman, yang khusyu’ di dalam solat mereka.” (Al-Mukminun: 1-2)
 

Khusyu’nya seorang hamba dalam solat, adalah hadirnya hati di hadapan Allah Subhanahu wa Ta’ala, merasakan dekat dengan-Nya, hingga tenang hati, jiwa dan gerakannya, hampir-hampir tidak berpaling dari-Nya, dengan sepenuh adab di hadapan Rabbnya, menghadirkan segala yang diucapkan dan dilakukan di dalam solat, dari awal hingga akhir solatnya, hingga hilanglah segala bisikan dan fikiran yang hina. Inilah roh solat, inilah yang diinginkan dalam solat seorang hamba, dan inilah yang diwajibkan atas seorang hamba. Oleh karena itu, solat tanpa khusyu’ dan tanpa disertai hadirnya hati, walaupun mencukupi untuk menggugurkan kewajipan dan mendapatkan pahala, namun sesungguhnya pahala itu sesuai dengan apa yang ada dalam hatinya. (Taisirul Karimir Rahman hal. 547-548)

Dengan demikian, maka sudah menjadi tanggungjawab kita sebagai ibu bapa haruslah menekankan kepada anak-anak tentang pentingnya solat demi untuk melihat mereka ke gerbang kebahagiaan dunia dan akhirat. Siapa kiranya di antara kita yang tidak tergiur dengan janji Allah Subhanahu wa Ta’ala yang tidak pernah diselisihi-Nya:


وَالَّذِينَ هُمْ عَلَى صَلاَتِهِمْ يُحَافِظُوْنَ. أُولَئِكَ فِي جَنَّاتٍ مُكْرَمُوْنَ
 
“Dan orang-orang yang menjaga solatnya, mereka itu dimuliakan di dalam surga.” (Al-Ma’arij: 34-35)

 
Wallahu a’lam.

sumber : Al-Ustadzah Ummu ‘Abdirrahman Anisah bintu ‘Imran
Saturday 23 November 2013

Bekam Sunnah

Bismillah

Teks : Ummu Sumayyah


Berbekam adalah Sunnah Rasulullah Sallallahu Alaihi Wasallam yang kian dilupakan.  Ia juga adalah teknik perubatan dan rahsia kesihatan Rasulullah. “Sesungguhnya cara pengubatan paling baik yang kamu gunakan adalah berbekam.” (Muttafaq ‘alaihi, Sahih Bukhari (no. 2280)


Dari Abdullah bin Mas'ud Radiallahuanhu, dia berkata: "Rasulullah Sallallahu Alaihi Wasallam, pernah menyampaikan sebuah hadits tentang malam di mana beliau diisrakkan bahawa beliau tidak melewati sejumlah malaikat melainkan mereka semua menyuruh beliau Sallallahu Alaihi Wasallam, dengan mengatakan: 'Perintahkanlah umatmu untuk berbekam'." (Shahih Sunan at-Tirmidzi, Syaikh al-Albani (II/20), hasan gharib).

Apa itu Bekam?

Berbekam juga dikenali sebagai Hijamah ia diertikan sebagai satu tindakan penyedutan darah kotor dari permukaan kulit dengan alat yang menyerupai tabung yang kemudiannya ditampung dalam gelas. Biasanya sel-sel darah yang sudah mati/ toksin dan angin yang berlebihan di dalam badan yang tidak diperlukan oleh tubuh dapat dikeluarkan dengan berbekam.

Kenapa Harus Berbekam?

Setiap manusia akan menghasilkan sel darah merah kotor. Makanan yang kita makan dan air yang kita minum sering kali mengandungi bahan-bahan zat kimia yang merbahaya. Selain darah kotor, angin yang berlebihan di dalam badan juga dapat mengganggu sistem metabolisma badan sehingga boleh menyebabkan terjadinya sesuatu penyakit. Oleh itu dengan berbekam ia akan membantu mengurangkan darah kotor dan angin yang berlebihan di dalam tubuh kita justeru badan akan terasa lebih sihat dan bertenaga.


Jenis-Jenis Bekam.

Bekam Darah

Kaedah bekam yang menjadi amalan Rasulullah Sallallahu Alaihi Wasallam. Ia telah terbukti boleh mencegah, malah boleh mengubati berbagai jenis penyakit termasuk penyakit-penyakit yang melibatkan organ kritikal seperti jantung, ginjal, paru-paru dan otak.



Bekam Angin

Amalan berbekam dengan kaedah bekam angin. Ia boleh membantu mengeluarkan angin-angin yang berlebihan di dalam badan serta melancarkan perjalanan darah.

Di sini kami menawarkan alat bekam kepada sesiapa yang berminat.







Set Bekam Mini
 
harga = RM150



Jika ada sesiapa yang memerlukan rawatan bekam (lelaki sahaja) di sekitar puchong, putrajaya, kajang dan bangi boleh hubungi/ whatsapp  019-2790952 (Wan)

 
Tuesday 19 November 2013

Khabar Gembira Dengan Kelahiran Anak

Bismillah

Teks : Ummu Sumayyah

Anak adalah anugerah Allah kepada pasangan suami isteri yang mendirikan rumahtangga.
Banyak terdapat dalil-dalil di dalam Al-Qur’an yang menyebutkan tentang kabar gembira ketika melahirkan anak diantaranya :


يَا زَكَرِيَّا إِنَّا نُبَشِّرُكَ بِغُلامٍ اسْمُهُ يَحْيَى
"Wahai Zakaria, sesungguhnya Kami memberi kabar gembira padamu dengan kelahiran seorang anak yang bernama Yahya" [Maryam: 7]

فَبَشَّرْنَاهُ بِغُلامٍ حَلِيمٍ
"Maka berilah kabar gembira padanya dengan kelahiran anak yang sangat penyabar" [Ash-Shaaffaat: 101]

قَالُوا لا تَوْجَلْ إِنَّا نُبَشِّرُكَ بِغُلامٍ عَلِيمٍ

"Mereka (para malaikat) berkata: Janganlah kamu merasa takut, sesungguhnya kami memberi kabar gembira kepadamu dengan (kelahiran seorang) anak laki-laki (yang akan menjadi) orang yang alim" [Al-Hijr: 53]


فَنَادَتْهُ الْمَلائِكَةُ وَهُوَ قَائِمٌ يُصَلِّي فِي الْمِحْرَابِ أَنَّ اللَّهَ يُبَشِّرُكَ بِيَحْيَى مُصَدِّقًا بِكَلِمَةٍ مِنَ اللَّهِ وَسَيِّدًا وَحَصُورًا وَنَبِيًّا مِنَ الصَّالِحِينَ

"Kemudian malaikat (Jibril) memanggil Zakariya, sedang ia tengah berdiri melakukan sollat di mihrab (katanya): ‘Sesungguhnya Allah menggembirakan kamu dengan kelahiran (seorang puteramu) Yahya, yang membenarkan kalimat (yang datang) dari Allah, menjadi ikutan, menahan diri (dari hawa nafsu) dan seorang Nabi termasuk keturunan orang-orang saleh" [Ali-Imran: 39]



Bagi masyarakat kita umpamanya, apabila kita mendengar atau mendapat berita yang seorang sahabat atau ahli keluarga kita yang baru melahirkan, maka kita sering mendengar ucapan seperti tahniah atau selamat. Begitu juga dengan saya, tetapi sekarang alhamdulillah saya ingin berkongsi dengan pembaca sekelian tentang atsar dari salaf, bagaimana ucapan selamat mereka kepada ibu bapa yang baru dianugerahkan dengan bayi oleh Allah ta’ala.

“Tidak terdapat satu hadits pun dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam tentang ucapan selamat, kecuali atsar yang diriwayatkan dari para tabi’in. Di antaranya:



Dari Al-Hasan Al-Bashri Rahimahullah. Ada seseorang bertanya kepadanya tentang ucapan selamat tersebut ; "Bagaimana cara aku mengucapkannya ?" Kata Al-Hasan: Ucapkanlah:

"Semoga Allah menjadikannya anak yang dberkati atasmu dan atas ummat Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam"


  Selain dari ucapan tersebut, ada ucapan lainnya yang shahih,

“Semoga Allah memberkatimu dengan anak yang diberikan kepadamu. Kamu pun bersyukur kepada Sang Pemberi, dan dia dapat mencapai dewasa, serta kamu dikurniakan dengan kebaikannya.”

Sedangkan bagi ibu bapa kepada bayi yang dilahirkan itu pula harus membalas dengan mengucapkan :

“Semoga Allah juga memberkatimu dan melimpahkan kebahagiaan untukmu. Semoga Allah membalasmu dengan sebaik-baik balasan, mengurniakan kepadamu sepertinya dan melipat gandakan pahalamu.”

[Lihat Al-Adzkar, karya An-Nawawi, hal. 349, dan Shahih Al-Adzkar lin Nawawi, oleh Salim Al-Hilali 2/713


Seharusnya kita sebagai kaum muslimin yang mencintai kebaikan bagi saudara-saudara kita. Kita turut bahagia dengan kebahagiaan mereka dan turut sedih dengan kesedihan mereka. Jka kita memang orang muslim yang sebenar-benarnya, maka kita akan merasa seperti satu jasad. Bila salah satu anggotanya merasa sakit, maka semua anggota lainnya turut terasa sakit juga. Wallahua'lam


sumber :http://thibbalummah.wordpress.com/



Sunday 17 November 2013

Meruqyah Diri Sendiri

Bismillah

Teks : Ummu Sumayyah

Syukur kepada Allah Subhanahu Wa Ta'ala dan pujian tidak terhingga untukNya di atas kurniaan dan kasih sayangNya yang masih memberi ruang waktu dan kesempatan serta kesihatan untuk saya meneruskan perkongsian ilmu-ilmu agama di dalam blog yang tidak seberapa ini. Moga apa yang dikongsikan disini akan memberi menafaat untuk diri saya sendiri serta pembaca-pembaca sekalian. Ameen.
 
Alhamdulillah sejak akhir-akhir ini, ramai yang sudah menyedari dan beralih kepada pengubatan alternatif cara islam mengikut thibbun nabawi. Berbagai-bagai jenis ramuan herba dan minuman yang diberi contoh oleh Nabi shalallahu ‘alaihi wa salam seperti habbatus sauda, minyak zaitun, madu, kurma, air zam-zam dan banyak lagi. 

Namun satu hal yang jangan sampai dilupakan oleh kita adalah kekuatan doa kepada Allah Subhanahu Wa Ta'ala. Allah dan Rasul-Nya telah mengajarkan kepada kita berbagai-bagai doa dan zikir yang begitu banyak menafaatnya. Sebagai pelindung diri dari kejahatan yang  kita tidak sedari dan hanya Allah sahaja yang tahu.  


Ruqyah yang bentuk jamaknya adalah ruqaa merupakan bacaan-bacaan untuk pengobatan yang syari'e. Begitu juga dengan amalan zikir pagi dan petang. Penyembuhan dengan al-Quran dan doa-doa yang diajarkan oleh Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa salam adalah penyembuhan yang bermenafaat sekaligus sebagai penawar yang sempurna. Allah berfirman dalam Surat al-Isra ayat 82,

وَنُنَزِّلُ مِنَ الْقُرْآنِ مَا هُوَ شِفَاءٌ وَرَحْمَةٌ لِلْمُؤْمِنِينَ

“Dan Kami turunkan dari Al Qur’an suatu yang menjadi penawar dan rahmat bagi orang-orang yang beriman…”

Pengertian ‘dari al-Qur’an’ pada ayat di atas maksudnya adalah al-Qur’an itu sendiri. Karena al-Qur’an secara keseluruhan adalah
penyembuh sebagaimana disebutkan dalam ayat di atas. [1]

يَا أَيُّهَا النَّاسُ قَدْ جَاءَتْكُمْ مَوْعِظَةٌ مِنْ رَبِّكُمْ وَشِفَاءٌ لِمَا فِي الصُّدُورِ وَهُدًى وَرَحْمَةٌ لِلْمُؤْمِنِينَ

“Hai manusia, sesungguhnya telah datang kepadamu pelajaran dari Rabbmu dan penyembuh bagi penyakit-penyakit (yang berada) dalam dada dan petunjuk serta rahmat bagi orang-orang yang beriman.” (QS Yunus: 57)

Dengan demikian al-Quran merupakan penyembuh yang sempurna untuk rohani dan jasmani dan sekaligus sebagai ubat bagi semua penyakit dunia dan akhirat. Tidak semua orang mampu untuk melakukan penyembuhan dengan al-Quran. Jika pengubatan dan penyembuhan itu dilakukan secara baik terhadap penyakit dengan didasari kepercayaan dan keimananpenerimaan yang penuh, keyakinan yang pasti, memenuhi syarat-syarat yang ditetapkan mengikut Al-quran dan as-sunnah, maka tidak ada satu penyakit pun yang mampu melawannya.

Para ulama telah sepakat untuk membolehkan ruqyah dengan tiga syarat, yaitu:

1. Ruqyah itu dengan menggunakan firman Allah Ta’ala atau Asma dan Sifat-Nya atau sabda Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa salam

2. Ruqyah itu boleh diucapkan dalam bahasa Arab atau bahasa lain yang difahami maknanya

3. Harus diyakini bahwa bukanlah dzat ruqyah itu sendiri yang memberikan pengaruh, tetapi yang memberikan pengaruh itu adalah kekuasaan Allah, sedangkan ruqyah hanya merupakan salah satu sebab saja. [2]

Di antara ayat-ayat yang dianjurkan untuk dibaca sebagai ruqyah diantaranya ayat kursi, Surat al-Fatihah, Surat al-Ikhlash, Surat al-Falaq, Surat an-Nas, Surat al-A’raf ayat 117-122, Surat Yunus ayat 79-82, Surat Thaha ayat 65-70 dan Surat al-Kafirun. 

Ruqyah ini berguna untuk pengubatan penyakit maupun untuk melawan guna-guna atau sihir. Cara pengubatan ini boleh juga dilakukan kepada diri sendiri seperti yang ditunjukan kisah-kisah berikut ini:

وعَنْ عُثْمَانَ بْنِ أَبِى الْعَاصِ أَنَّهُ شَكَا إِلَى رَسُولِ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم-  ضَعْ يَدَكَ عَلَى الَّذِى يَأْلَمُ مِنْ جَسَدِكَ وَقُلْ بِاسْمِ اللَّهِ. ثَلاَثًا. وَقُلْ سَبْعَ مَرَّاتٍ: أَعُوذُ بِعِزَّةِ اللَّهِ وَقُدْرَتِهِ مِنْ شَرِّ مَا أَجِدُ وَأُحَاذِرُ،قال: فَفَعَلْتُ فَأَذْهَبَ اللهُ مَا كَانَ بِي – رواه مسلم

Dari Utsman bin Abu al-Ash bahwasanya dia mengadukan rasa sakit kepada Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa salam:

 “Letakkan tanganmu di atas bagian tubuhnya yang sakit lalu ucapkan Bismillah tiga kali, setelah itu ucapkan sebanyak tujuh kali ‘A’udzubi ‘izzatillahi wa qudratihi min syarri maa ajidu wa uhadziru.’ (Aku berlindung dengan kemuliaan dan kekuasaan Allah dari keburukan yang aku rasakan dan yang aku khawatirkan). Lalu aku baca do’a ini, setelah itu Allah menghilangkan rasa sakit yang sebelumnya aku rasakan.” (HR Muslim)

Imam Ibnul Qayyim rahimahullahu berkata, “Pada suatu ketika aku pernah jatuh sakit, tetapi aku tidak menemukan seorang doktor atau ubat penyembuh. Lalu aku berusaha mengubati dan menyembuhkan diriku sendiri dengan surat al-Fatihah, maka aku melihat pengaruh yang sangat menakjubkan. Aku ambil segelas air zam-zam dan membacakan padanya surat al-Fatihah berkali-kali, lalu aku meminumnya sehinggalah aku sembuh sepenuhnya. Selanjutnya aku mengulangi dengan cara tersebut dalam mengubati berbagai penyakit dan aku merasakan manfaat yang sangat besar. Kemudian aku menyampaikan kepada orang-orang yang mengeluhkan tentang suatu penyakit dan banyak dari mereka yang sembuh dengan cepat.” [3]

Mengenai kekhususan air zam-zam ini terdapat pada hadits Jabir yang marfu’,

مَاءُ زَمْزَمُ لِمَا شُرِبَ لَهُ

“Air zam-zam tergantung kepada tujuan diminumnya.” [4]

Sedekah Mengubati Penyakit

Dari al-Hasan, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasalam bersabda: “…Obatilah orang-orang sakit kamu dengan sedekah..”. (HR ath-Thabrani dan al-Baihaqi, dan dihasankan oleh syaikh al-Albani dalam shahih targhib no 744)

Suatu kisah benar terjadi kepada Imam al-Hakim Abu Abdillah penulis kitab al mustadrak. Beliau pernah terkena penyakit borok di wajahnya (sejenis penyakit kulit), beliau sudah berusaha berubat dengan segala cara namun tidak berjaya sembuh. Lalu beliau pun datang kepada abu Utsman ash-Shabuni meminta agar mendoakan kesembuhan untuknya. Abu Utsman pun mendoakannya di hari jumaat dan banyak orang yang mengaminkan. Dan pada hari jumaat seterusnya, datanglah seorang wanita membawa sekeping kertas dan bercerita bahwa ia telah bersungguh-sungguh mendoakan untuk kesembuhan beliau. Lalu wanita itu bermimpi bertemu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dan bersabda: “Katakan kepada abu abdillah.. Hendaklah ia mengalirkan air untuk kaum muslimin.” Maka beliau pun segera membangun sumur/telaga berdekatan dengan rumahnya dan menyediakan airnya untuk diminum oleh manusia. Seminggu kemudian, nampak kesembuhan terlihat pada wajah beliau dan akhirnya hilang sama sekali. Dan beliau hidup beberapa tahun setelah itu. (Shahih targhib no 964)

InsyaAllah sedekah yang sepadan dengan penyakit atau musibah yang diderita boleh menjadi ubat penyembuh. Seperti memberi makan orang fakir, menanggung/ memelihara anak yatim, mewakafkan harta, atau mengeluarkan sedekah jariyah. Sekiranya masih tidak sembuh lagi, mungkin Allah memperpanjangkan lagi sakit untuk sebuah hikmah yang dikehendaki-Nya atau karena kemaksiatan yang menghalangi kesembuhan. Jika demikian cepatlah bertaubat dan perbanyak doa di sepertiga malam terakhir.

Demikianlah beberapa contoh pengubatan yang boleh dilakukan untuk diri sendiri. Dan sebaik-baik petunjuk adalah petunjuk Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa salam.

Catatan Kaki:
[1] Al-Jawaabul Kaafi Liman Saala ‘Anid Dawaaisy Syaafi (Jawaban yang Memadai Bagi Orang Yang Bertanya Tentang Obat Penyembuh yang Mujarab) karya Ibnul Qayyim hal. 20
[2] Al-’Illaaj bir Ruqaa minal Kitab was Sunnah hal. 72-83
[3] Zaadul Ma’ad (IV/178) dan al-Jawabul Kaafi (hal. 21)
[4] HR Ibnu Majah dan lain-lainnya. Lihat juga Shahih Ibnu Majah  (II/183) juga Irwa’ul Ghalil (IV/320)

Sumber : http://thibbalummah.wordpress.com/2013/04/11/thibbun-nabawi-meruqyah-diri-sendiri/

Saturday 16 November 2013

Siapakah Nabi Kamu?

Bismillah

Teks : Ummu Sumayyah

Sambungan dari entri sebelum ini, soalan terakhir yang akan ditanya ketika di dalam kubur.

3. MENGENAL NABI MUHAMMAD Sallallahu Alaihi Wasallam.

Beliau adalah Muhammad bin ‘Abdullah, bin ‘Abdul Muthalib, bin Hasyim. Hasyim adalah termasuk suku Quraisy, suku Quraisy termasuk bangsa Arab, sedang bangsa Arab adalah termasuk keturunan Nabi Isma’il, putra Nabi Ibrahim alaihisallam. Semoga Allah melimpahkan kepadanya dan kepada Nabi kita sebaik-baik shalawat dan salam.

Tempat asal beliau adalah Makkah. Beliau berumur 63 tahun, diantaranya 40 tahun sebelum beliau menjadi nabi dan 23 tahun sebagai nabi serta rasul.

Beliau diangkat sebagai nabi dengan ‘Iqra’ dan diangkat sebagai rasul dengan surat ‘Al Mudatstsir’.

Beliau diutus Allah untuk menyampaikan peringatan menjauhi syirik dan mengajak kepada tauhid. seperti dalam dalil Q74:1-7:

 “Wahai orang yang berselimut! Bangunlah, lalu sampaikanlah peringatan. Agungkanlah Tuhanmu. Sucikanlah pakaianmu. Tinggalkanlah berhala-berhala itu. Dan janganlah kamu memberi, sedang kamu menginginkan balasan yang lebih banyak. Seta bersabarlah untuk (memenuhi perintah) Rabbmu”.

Beliaupun melaksanakan perintah ini (mengajak kepada tauhid) dengan tekun dan gigih selama 10 tahun. Setelah 10 (sepuluh) tahun, beliau di-mi’raj-kan (diangkat naik) ke atas langit dan disyariatkan kepada beliau shalat 5 waktu. Beliau melakukan shalat di Makkah selama 3 tahun. Kemudian sesudah itu beliau diperintahkan untuk berhijrah ke Madinah.

Hijrah pengertiannya adalah pindah dari lingkungan syirik ke lingkungan Islam.

Hijrah ini merupakan kewajiban yang harus dilaksanakan umat Islam. Dan kewajipan hukumnya tetap berlaku sampai hari Kiamat. Adapun dalilnya: Q4:97-99, Q29:56 dan Hadith Riwayat Ahmad:

 “Hijrah tetap akan berlangsung selama pintu taubat belum ditutup, sedang pintu taubat tidak akan ditutup sebelum matahari terbit dari barat”.

Setelah Nabi Muhammad Sallallahu Alaihi Wasallam menetap di Madinah, disyariatkan kepada beliau zakat, puasa, haji, adzan, jihad, amar ma’ruf & nahi mungkar serta syariat-syariat Islam lainnya.

Beliau pun melaksanakan untuk menyampaikan hal ini dengan tekun dan gigih selama 10 (sepuluh) tahun. Setelah itu beliau wafat, sedang agamanya tetap murni.

Inilah agama (din) yang beliau bawa, tiada suatu kebaikan yang tidak beliau tunjukkan kepada umatnya dan tiada suatu keburukan yang tidak beliau peringatkan kepada umatnya supaya dijauhi. Kebaikan yang beliau tunjukkan adalah TAUHID serta segala yang dicintai dan diredhai Allah, sedang keburukan yang beliau peringatkan supaya dijauhi adalah SYIRIK serta segala yang dibenci dan tidak disenangi Allah.

Nabi Muhammad Muhammad Sallallahu Alaihi Wasallam diutus oleh Allah kepada seluruh umat manusia, dan diwajibkan kepada seluruh jin dan manusia untuk mentaatinya. “Katakanlah… Wahai manusia, sesungguhnya aku adalah utusan Allah kepada kamu semua” [Q7:158].

Dan melalui beliau, Allah telah menyempurnakan agama-Nya untuk kita. “…Pada hari ini telah Aku sempurnakan agamamu dan Aku lengkapkan kepadamu nikmat-Ku serta Aku ridhai Islam itu menjadi agama bagimu” [Q5:3].

Adapun dalil yang menunjukan bahwa beliau juga wafat adalah: “Sesungguhnya kamu akan mati dan sesungguhnya mereka pun akan mati (pula). Kemudian, sesungguhnya kamu nanti pada hari Kiamat berbantah-bantahan di hadapan Rabbmu” [Q39:30-31].

Manusia sesudah mati, mereka nanti akan dibangkitkan kembali. “Berasal dari tanahlah kamu telah Kami jadikan dan kepadanya kamu Kami kembalikan serta darinya kamu akan Kami bangkitkan sekali lagi.” [Q20:55] serta Q71:17-18.

Setelah manusia dibangkitkan, mereka akan dihisab dan diberi balasan sesuai dengan amal perbuatan mereka, Q53:31. Barang siapa yang tidak mengimani kebangkitan ini, maka dia adalah kafir, Q64:7.

Allah telah mengutus semua rasul sebagai penyampai khabar gembira dan pemberi peringatan, “(Kami telah mengutus) rasul-rasul menjadi penyampai khabar gembira dan pemberi peringatan, supaya tiada lagi suatu alasan bagi manusia membantah Allah setelah (diutusnya) para rasul itu…” [Q4:165].

Rasul pertama adalah Nabi Nuh Alaihissalam dan rasul terakhir adalah Nabi Muhammad Sallallahu Alaihi Wasallam, serta beliaulah penutup para nabi. Q4:163.

Dan Allah telah mengutus kepada setiap umat seorang rasul, mulai dari Nabi Nuh Alaihissalam sampai Nabi Muhammad Sallallahu Alaihi Wasallam, dengan memerintahkan mereka untuk beribadah kepada Allah semata dan melarang mereka beribadah kepada thaghut*), Q16:36. Dengan demikian, Allah telah mewajibkan kepada seluruh hamba-Nya supaya bersikap kafir kepada thaghut dan hanya beriman dan bertaqwa kepada-Nya.

*)Thaghut: setiap yang diperlakukan manusia secara melampaui batas (yang telah ditentukan Allah), seperti dengan disembah, atau diikuti, atau dipatuhi. (Ibnu Al Qayyim)

Thaghut banyak macamnya, tokoh-tokohnya ada 5 (lima):
  1. Iblis, yang telah dilaknat Allah
  2. Orang yang disembah, sedang dia sendiri rela
  3. Orang yang mengajak manusia untuk menyembah dirinya
  4. Orang yang mengaku tahu sesuatu yang ghaib
  5. Orang yang memutuskan sesuatu tanpa berdasarkan hukum yang telah ditetapkan Allah.
Tiada paksaan dalam (memeluk) agama ini.Sungguh telah jelas kebenaran dari kesesatan. Maka barang-siapa yang ingkar kepada thaghut dan beriman kepada Allah, maka dia benar-benar telah berpegang teguh dengan tali yang terkuat, yang tidak akan terputus tali itu. Dan Allah Maha Mendengan lagi Maha Mengetahui.” [Q2:256].

Ingkar kepada semua thaghut dan iman kepada Allah saja, sebagaimana dinyatakan dalam ayat di atas adalah hakikat syahadat “Laa illaaha illallaah

Pokok persoalan (agama) adalah Islam, dan tiangnya adalah solat sedang puncaknya adalah jihad fi sabilillah” [HR At Thabarani & At Tirmidzi].

Seseorang yang soleh akan menjawab tiga soalan di atas dengan betul, maka bergembiralah roh mereka yang dapat menjawabnya dengan betul kerana masa menantikan kebangkitan semula adalah menyeronokkan. Begitulah sebaliknya bagi mereka yang tidak dapat menjawab seperti yang telah disebutkan maka akan menderita Azab Kubur hingga hari pengadilan. Nauzubillah.


(Rujuk kitab Tiga Landasan Utama karangan Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab rahimahullah ta'ala)
Wednesday 13 November 2013

Apakah Agama Mu?

Bismillah

Teks : Ummu Sumayyah

Sambungan daripada entri sebelum ini. Soalan kedua yang akan ditanya ketika di dalam kubur.

2. MENGENAL ISLAM


Islam, adalah berserah diri kepada Allah dengan tauhid dan tunduk kepada-Nya dengan penuh kepatuhan akan segala perintah-Nya serta menyelamatkan diri dari perbuatan syirik dan orang-orang yang berbuat syirik.
 

Islam mempunyai 3 (tiga) tingkatan, iaitu: islam, iman dan ihsan. Setiap tingkatan mempunyai rukun-rukunnya.

Rukun Islam terbahagi kepada lima.
 
1. Syahadat (pengakuan dengan hati dan lisan), bahwa tiada sesembahan yang berhak disembah melainkan  Allah dan Muhammad adalah Rasulullah. Dalil yang berhubungan dengan syahadat: Q3:18, Q43:26-28, Q3:64 dan Q9:128.

Syahadat “Laa ilaaha illallaah” mengandungi dua unsur: menolak dan menetapkan; menolak segala sesembahan selain Allah dan menetapkan bahwa penyembahan itu hanya untuk Allah semata, tiada sesuatu apapun yang boleh dijadikan sekutu di dalam penyembahan Allah, sebagaimana tiada sesuatu apapun yang boleh dijadikan sekutu dalam kekuasaan-Nya.

Syahadat “Muhammad rasulullaah” berarti mentaati apa yang diperintahkannya, membenarkan apa yang diberitakannya, menjauhi apa yang dilarang serta dicegahnya, dan menyembah Allah hanya dengan cara yang disyariatkannya.

2. Mendirikan Shalat. Adapun dalil shalat dan zakat serta tafsiran tauhidnya: Q98:5.
 

3. Zakat.
 

4. Puasa. Dalilnya: Q2:183
 

5. Haji. Dalilnya: Q3:97


Rukun Iman

 Rasulullah sallallahu 'alaihi wasallam pun berkata:

 الإيمان أن تؤمن بالله وملائكته وكتبه ورسله واليوم الآخر وتؤمن بالقدر خيره وشره

Maknanya: Iman itu adalah dengan kamu beriman kepada Allah, Malaikat Malaikat-Nya, 
Kitab-Kitab-Nya, Rasul-Rasul-Nya dan kepada Hari Akhir. Serta kamu beriman kepada taqdir Allah, baik yang baiknya (iaitu yang kamu suka) mahupun yang buruknya (iaitu yang kamu tidak suka).

Adapun definisi iman dari segi bahasa, ia adalah membenarkan. Manakala dari segi istilah pula, ia adalah "keyakinan, pengucapan dan perbuatan, semua ini termasuk di dalam kata nama IMAN. Ia juga boleh meningkat disebabkan ketaatan dan boleh juga menurun disebabkan kemaksiatan"

Contoh keyakinan adalah dengan kita meyakini akan wujudnya Allah subhanahu wata'ala sedang kita tidak pernah melihat Dia. Contoh pengucapan adalah dengan kita mengucapkan zikir zikir yang baik seperti 'la ilaha illallah', 'astaghfirullah', 'subhanallah' dan sebagainya. Dan contoh perbuatan adalah dengan kita menolong orang yang berada di dalam kesusahan.
Intinya, keyakinan adalah dengan hati, pengucapan adalah dengan lisan sedang perbuatan adalah dengan anggota badan.

Iman itu lebih dari 70 (tujuh puluh) cabang. Cabang yang paling tinggi adalah Syahadat “laa illaaha illallaah”, sedangkan cabang iman yang paling rendah adalah menyingkirkan gangguan dari jalan. Dan sifat malu adalah salah satu dari cabang Iman.
Dalil dari rukun iman: Q2:177 dan Q54:49


Rukun Ihsan
 

Ihsan rukunnya hanya satu, yaitu: Beribadah kepada Allah dalam keadaan seakan-akan kamu melihat-Nya. Jika kamu tidak melihat-Nya, maka sesungguhnya Dia melihatmu.

Dalilnya: Q16:128, Q26:217-220, Q10:61 dan Hadist yang diriwayatkan oleh Muslim dan Al Bukhari.
Friday 8 November 2013

Tiga Soalan Ketika Di Dalam Kubur

Bismillah

Teks : Ummu Sumayyah

Setiap anak adam yang dilahirkan di dunia ini cepat atau lambat pasti akan mengalami suatu proses berpisahnya roh dari badan. Saat kematian itu pasti akan datang dan ia tidak akan terlewat walau sedetik pun seperti yang telah ditetapkan oleh Allah Azza Wa Jalla di 'lauhul mahfuz'. Rasullullah sallahualaihi wassalam telah menggambarkan kepada kita bahawa saat kematian itu amat dahsyat dan amat menyakitkan.

 “Sakratul maut itu sakitnya sama dengan tusukan tiga ratus pedang”-Riwayat Tirmizi

Oleh itu, menjadi tanggungjawab bagi setiap muslim yang hidup di muka bumi ini untuk perlu tahu apakah soalan-soalan yang akan ditanya dan semua jawapan tersebut telah kita sedia maklum. Tetapi yang menjadi persoalannya sekarang dapatkah kita menjawab semua persoalan yang ditanya oleh Malaikat Mungkar dan Nakir itu.  
Rasulullah sallallahu 'alaihi wasallam bersabda:

Apabila si mati dikuburkan, datanglah kepadanya dua Malaikat hitam legam, lagi biru (matanya), salah satu di antaranya disebut dengan nama “Munkar” dan yang satu lagi disebut dengan nama “Nakir”,

1. SOALAN PERTAMA MENGENAL ALLAH, ‘AZZA WA JALLA

Apabila ditanya: Siapakah Rabbmu? Maka katakanlah: Rabbku adalah ALLAH, yang telah memelihara diriku dan semesta alam ini dengan mengurniakan segala nikmatNya. Dialah sembahanku, dan tiada sesembahan yang berhak disembah selain DIA.
 

Dalilnya surah Al-Fatihah : 1-2
 

Segala puji hanya milik Allah, Tuhan semesta alam ” 

Semua yang ada selain Allah disebut alam. Selanjutnya, jika ditanya: Melalui apa Anda mengenal Rabb? Maka hendaklah Anda jawab: Melalui tanda-tanda kekuasaan-Nya dan melalui ciptaan-Nya. Diantara tanda-tanda kekuasaan-Nya adalah: malam, siang, matahari dan bulan. Sedang diantara ciptaan-Nya adalah: tujuh langit dan tujuh bumi beserta segala makhluk yang ada di langit dan di bumi serta yang ada di antara keduanya.


Dalilnya surah Surah Fushshilat : 37

Dan di antara tanda-tanda kekuasaanNya ialah malam dan siang, serta matahari dan bulan. Janganlah kamu sujud kepada matahari dan janganlah pula sujud kepada bulan, dan sebaliknya hendaklah kamu sujud kepada Allah yang menciptakannya, kalau betullah kamu hanya beribadat kepada Allah".

Dalilnya surah Surah Al A'raaf : 54

Sesungguhnya Rabb kamu ialah Allah yang telah menciptakan langit & bumi dalam enam masa, lalu Dia bersemayam di atas 'Arsy. Dia menutupkan malam kepada siang yang mengikutinya dengan cepat, dan (diciptakan-Nya pula) matahari, bulan & bintang-bintang (semuanya) tunduk kepada perintah-Nya. Ingatlah, menciptakan & memerintah hanyalah hak Allah. Maha Suci Allah, Tuhan semesta alam.


Dalilnya Surah Al-Baqarah : 21

"Hai manusia, sembahlah Rabb mu yang telah menciptakan mu dan orang-orang yang sebelum mu, Agar Kamu bertakwa"

Dalilnya Surah Al Baqarah : 22
"Dialah yang menjadi kan bumi sebagai hamparan bagimu dan langit sebagai atap dan dia menurunkan air hujan dari langit, lalu dia menghasilkan dengan hujan itu segala buah-buahan sebagai rezeki untuk mu, kerana itu jangan lah kamu mengadakan sekutu-sekutu bagi Allah (syirik) padahal kamu mengetahui

Ibnu Katsir mengatakan: “Hanya Pencipta segala sesuatu yang ada inilah yang berhak disembah dengan segala jenis ibadah.”
Dan jenis-jenis ibadah yang diperintahkan Allah kepada hambanya di antaranya ialah:

Islam (rukun Islam), iman, ihsan, do’a, khauf (takut), raja’ (pengharapan), tawakkal, raghbah (penuh minat), rahbah (cemas), khusyu’ (tunduk), inabah (kembali kepada-Nya), isti’anah (memohon pertolongan-Nya), isti’adzah (meminta perlindungan-Nya), istighatsah (meminta pertolongan untuk dimenangkan atau diselamatkan), dzabh (pemyembelihan), nadzar dan macam-macam ibadah lainnya yang diperintahkan oleh Allah.
Dan sesungguhnya mesjid-mesjid itu adalah kepunyaan Allah. Maka janganlah kamu menyembah seseorangpun di dalamnya di samping (menyembah) Allah.” [Q72:18]

Dan barangsiapa menyembah tuhan yang lain di samping Allah, padahal tidak ada suatu dalilpun baginya tentang itu, maka sesungguhnya perhitungannya di sisi Tuhannya. Sesungguhnya orang-orang yang kafir itu tiada beruntung.” [Q23:117] 


Dalil jenis jenis ibadah tersebut ialah:
  1. Dalil Do’a: “Dan Tuhanmu berfirman: ‘Berdo’alah kepada-Ku niscaya akan Ku-perkenankan bagimu.’ Sesungguhnya orang-orang yang enggan untuk beribadah kepada-Ku pasti akan masuk neraka dalam keadaan hina-dina” [Q40:60] dan HR At-Tirmidzi “Do’a adalah sari ibadah.”
  2. Dalil khauf: “Maka janganlah kamu takut kepada mereka, tetapi takutlah kepada-Ku jika kamu benar-benar orang yang beriman.” [Q3:275]
  3. Dalil raja’: “Untuk itu, barang siapa yang mengharapkan perjumpaan dengan Tuhannya, maka hendaklah ia mengerjakan amal shaleh dan janganlah mempersekutukan seorangpun dalam beribadah kepada Tuhannya.” [Q18:110]
  4. Dalil tawakkal: Q5:23 dan “Dan barangsiapa yang bertawakkal kepada Allah, maka Dia-lah yang akan mencukupinya” [Q65:3]
  5. Dalil raghbah, rahbah dan khusyu’: “Sesungguhnya mereka itu senantiasa berlomba-lomba dalam (mengerjakan kebaikan-kebaikan) serta mereka berdo’a kepada Kami dengan penuh minat (kepada rahmat Kami) dan cemas (akan siksa Kami), sedang mereka itu selalu tunduk hanya kepada Kami.” [Q21:90]
  6. Dalil khasy-yah (takut): Q2:150
  7. Dalil inabah: “Dan kembalilah kamu kepada Tuhanmu serta berserah-dirilah kepada-Nya (dengan mentaati perintah-Nya), sebelum dating adzab kepadamu kemudian kamu tidak dapat tertolong (lagi)” [Q39:54]
  8. Dalil isti’anah: Q1:4 dan HR At-Tirmidzi “Apabila kamu memohon pertolongan, maka memohonlah pertolongan kepada Allah
  9. Dalil isti’adzah: Q113:1 dan Q114:1-2
  10. Dalil istighatsah: Q8:9
  11. Dalil dzabh: Q6:162-163 dan Hadits: “Allah melaknat orang yang menyembelih (binatang) bukan karena Allah
  12. Dalil nadzar: Q76:7
Soalan Kedua akan bersambung di entri selepas ini. InsyaAllah.

(Rujuk kitab Tiga Landasan Utama karangan Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab rahimahullah ta'ala)