Copyright © Ummu Sumayyah's Online Market
Design by Dzignine
Friday 28 February 2014

Cara Berhijab Yang Betul Bagi Kaum Wanita

Bismillah

Teks : Ummu Sumayyah

Sesungguhnya banyak keutamaan tentang berhiijab, dengan berhijab menjadikan kaum wanita mempunyai kedudukan yang tinggi, kemuliaan dan kewibawaan yang besar, terpuji, menjadikannya suri tauladan yang baik, permata yang mahal dan indah yang terjaga dari gangguan orang- orang jahat dan aman dari tipu daya orang-orang yang yang mempunyai niat yang buruk. Oleh karena itu Allah subhanahu wa ta’ala mewajibkan hijab serta memuliakan ibu-ibu kaum mukminin dengannya serta anak-anak Nabi yang terpercaya, yang mereka mempunyai iman dan keyakinan. 

Alloh subhanahu wa ta’ala berfirman :


“Hai Nabi, Katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu dan isteri-isteri orang mukmin: “Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka”. yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak di ganggu dan Allah adalah Ghofur (Maha Pengampun) lagi Rohim (Maha Penyayang).” [QS. Al-Ahzab:59]

Kelebihan Berhijab :

1. Hijab Syar’i sesuai dengan fitrah yang selamat: dan Allah subhanahu wa ta’ala telah menjadikan fitrah kepada hambanya untuk menutup aurat, oleh karena itu ketika bapak kami Adam dan ibu kami Hawa memakan buah dari pohon yang membuat kelihatan aurat mereka, maka keduanya bersegera untuk menutupnya. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman:

“Tatkala keduanya telah merasai buah kayu itu, nampaklah bagi keduanya aurat-auratnya, dan mulailah keduanya menutupinya dengan daun-daun syurga. Kemudian Robb mereka menyeru mereka: Bukankah aku telah melarang kamu berdua dari pohon kayu itu dan aku katakan kepadamu. Sesungguhnya syaitan itu adalah musuh yang nyata bagi kamu berdua?” [QS. Al-‘Araaf:22]

Semangat dan jiwa yang baik untuk menutup aurat, termasuk dari tanda-tanda kekuasaan Allah subhanahu wa ta’ala subhanahu wa ta’ala dalilnya :


“Hai anak Adam, Sesungguhnya Kami telah menurunkan kepadamu pakaian untuk menutup auratmu dan pakaian indah untuk perhiasan. Dan pakaian takwa, Itulah yang paling baik. Yang demikian itu adalah sebahagian dari tanda-tanda kekuasaan Allah, mudah-mudahan mereka selalu ingat.” [QS. Al-‘Araaf:26]

Meremehkan hijab Syar’i, dan membuka aurat serta tidak menjaganya adalah menidakkan fitrah yang bersih, bahkan ini termasuk dari perilaku jiwa yang buruk. Allah subhanahu wa ta’ala berkata:


“Hai anak Adam, janganlah sekali-kali kamu dapat ditipu oleh syaitan sebagaimana ia telah mengeluarkan kedua ibu bapamu dari surga, ia menanggalkan dari keduanya pakaiannya untuk memperlihatkan kepada keduanya ‘auratnya.” [QS. Al-A’raaf:27]

2. Hijab Syar’i adalah merupakan ketaatan kepada Alloh dan Rosul- Nya. Allah subhanahu wa ta’ala berkata:

“Barangsiapa taat kepada Allah dan Rosul-Nya, nescaya Allah memasukkannya kedalam syurga yang mengalir didalamnya sungai-sungai, sedang mereka kekal di dalamnya; dan Itulah kemenangan yang besar.” [QS. An-Nisa’:13]

“Dan barang siapa yang taat kepada Alloh dan Rosul-Nya dan takut kepada Allah dan bertaqwa kepada-Nya, Maka mereka adalah orang- orang yang mendapat kemenangan.” [QS. An-Nur:52]

“Dan Barangsiapa mentaati Allah dan Rasul-Nya, Maka Sesungguhnya ia telah mendapat kemenangan yang besar.” [QS. Al-Ahzab:71]

“Dan Barangsiapa yang taat kepada Allah dan Rosul-Nya; niscaya Allah akan memasukkannya ke dalam syurga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai dan barang siapa yang berpaling nescaya akan diadzab-Nya dengan adzab yang pedih.” [QS. Al-Fath:17]

Meremehkan hijab Syar’i adalah maksiat kepada Allah dan Rosul-Nya, Alloh subhanahu wa ta’ala berfirman:


“Dan tidaklah patut bagi laki-laki yang mukmin dan tidak (pula) bagi perempuan yang mukmin, apabila Allah dan Rosul-Nya telah menetapkan suatu ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan (yang lain) tentang urusan mereka. dan Barangsiapa mendurhakai Allah dan Rosul-Nya Maka sungguhlah Dia telah sesat, sesat yang nyata.” [QS. Al-Ahzab:36]

3. Hijab Syar’i adalah penyuci untuk hati, Allah subhanahu wa ta’ala berfirman:

 “Apabila kamu meminta sesuatu (keperluan) kepada mereka (isteri- isteri Nabi), Maka mintalah dari belakang tabir. cara yang demikian itu lebih suci bagi hatimu dan hati mereka.” [QS. Al-Ahzab:53]

Meremehkan hijab Syar’i sebab terhalangnya dari pembersihan hati yang sempurna, bahkan itu termasuk dari sebab-sebab rosaknya hati.

4. Hijab Syar’i adalah sebab terbesar penjagaan dari gangguan para penjahat, serta menutup kesempatan bagi siapa yang mempunyai penyakit hati. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman:

“Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak di ganggu.” [QS. Al-Ahzab:59]

Dan dari sini, kita mengetahui bahwasanya sebab terbesar pelindung bagi wanita adalah wajibnya memakai hijab. 

Allah subhanahu wa ta’ala telah berfirman:

“Maka janganlah kamu tunduk dalam berbicara sehingga berkeinginanlah orang yang ada penyakit dalam hatinya dan ucapkanlah Perkataan yang baik.” [QS. Al-Ahzab:32]

Apabila orang-orang yang jahat menginginkan sesuatu dari perempuan dengan sebab suaranya lembut, maka bagaimana pula kalau dia melihatnya berhias tanpa memakai hijab??

5. Hijab Syar’i adalah mahkota diatas kepala perempuan yang menunjukkan tentang semangatnya untuk memerbaiki dirinya, dan menjauhkan apa yang menggangunya dan menodai kehormatannya. Dan hal tersebut menunjukkan tentang selamatnya dia dari jalan-jalan keburukan, perantara-perantara kerusakan dan penyeru tabarruj (berhias). Dan senjata yang menunjukkan tentang kuatnya perempuan dalam menghadapi musuh-musuh islam. 

Meremehkan hijab akan memalingkan perhatian manusia ke kepala perempuan yang hal itu menunjukkan tentang lemahnya dia dalam menghadapi penyeru keburukan dan perantara kerusakan.

6. Hijab Syar’i adalah sebab terbesar selamat dari neraka dan keberuntungan di surga. Pada Sahih Muslim (2128) dari Abu Hurairah radhiyAllohu ‘anhu berkata: bersabda Rosululloh shallallahu ‘alayhi wa sallam:

“Dua jenis dari penduduk neraka yang tidak pernah aku melihat keduanya: kaum yang bersamanya cambuk seperti ekor sapi, yang dibuatnya untuk memukul manusia. Dan wanita yang berpakaian telanjang, berlenggak lenggok, yang kepala mereka seperti punuk Unta, mereka tidak masuk syurga, dan tidak pula mencium baunya, dan baunya itu bisa dicium dari perjalanan dari sini sampai sana.”

Dan dalam musnad Imam Ahmad (4/197) dari ‘Amr bin ‘Ash radhiyAllohu ‘anhu dia berkata:

Ketika kami bersama Nabi ` beliau berkata: “Lihatlah, apakah kalian melihat sesuatu??” maka kami katakan: “Kami melihat sekumpulan gagak yang diantara gagak tersebut putih kedua sayapnya yang merah paruhnya dan kedua kakinya.” Dan Rosululloh ` bersabda: 

“Tidak akan masuk syurga dari kalangan wanita kecuali mereka yang seperti gagak dalam sekelompok gagak-gagak tersebut.”

Dan itu adalah sebab dari maksiat serta meremehkan tentang hijab. (والأعْصَÙ…) adalah yang putih kedua sayapnya, atau yang putih kedua kakinya. [An-Nihayah]

7. Hijab Syar’i menunjukkan tentang bagusnya mendidik, menjaga dan nasihat dari kedua orang tua. 

Meremehkan hijab Syar’i menunjukkan tentang kelalaian dalam mendidik anak perempuan, peremehan yang berbahaya dan kelalaian yang parah. Dan dalam Shohih Al-Bukhori (750) Muslim (142) dari Ma’qil bin Yasar radhiyAllohu ‘anhu berkata:

 Rosululloh shallallahu ‘alayhi wa sallam bersabda :


“Dan tidaklah seorang hamba yang Allah berikan dia kekuasaan, kemudian tidak menunaikan dengan nasihat kecuali dia tidak mencium baunya surga.”

Dan dalam Sahih Al-Bukhori (5200) Muslim (1829) dari ‘Abdillah bin ‘Umar berkata: bersabda Nabi shallallahu ‘alayhi wa sallam bersbada :

“Semuanya adalah pemimpin, dan setiap yang memimpin akan ditanyai tentang apa yang dipimpinnya. Dan seorang lelaki adalah pemimpin di keluarganya, dan ditanya tentang kepemimpinannya, dan perempuan di dalam rumah suaminya adalah pemimpin, dan akan ditanya tentang kepemimpinannya.” Dan anak perempuan termasuk dari kepemimpinannya.

8. Hijab Syar’i menunjukkan tentang kecemburuan bapak-bapak, suami- suami dan walinya tentang kehormatannya. 

Meremehkan hijab Syar’i menunjukkan, bermakna  tidak pedulinya tentang kehormatan yang mahal. 

Dari Sa’id bin Zaid radhiyAllohu ‘anhu berkata, Nabi shallallahu ‘alayhi wa sallam bersabda :

“Barang siapa dibunuh karena kehormatannya, maka dia syahid.”

9. Hijab Syar’i adalah tanda bagi perempuan untuk menjadi suri tauladan yang baik dikalangan perempuan. 

Meremehkan hijab Syar’i adalah sebab terhalangnya dari suri tauladan yang baik, bahkan menjadi contoh yang buruk bagi anak-anak perempuannya dan saudara perempuannya. 

Alloh subhanahu wa ta’ala bersabda:

“Sesungguhnya orang-orang yang ingin agar (berita) perbuatan yang Amat keji itu tersiar di kalangan orang-orang yang beriman, maka bagi mereka azab yang pedih di dunia dan di akhirat. dan Allah  Maha mengetahui, sedang, kamu tidak mengetahui.” [QS. An-Nur:19]

10. Hijab Syar’i merupakan sebab terbesar selamatnya masyarakat dari fitnah, kerusakan dan kehancuran: dalam Al-Bukhori (5096) Muslim (2741) dari Usamah bin Zaid radhiyalAllohu ‘anhuma dia berkata 

Rosululloh shallallahu ‘alayhi wa sallam bersabda:

“Tidaklah aku tinggalkan setelahku fitnah yang lebih berbahaya bagi laki-laki dari pada wanita.”

Dan Shohih Muslim (2742) dari Abi Sa’id Al-Khudri berkata: bersabda
 

Rosululloh shallallahu ‘alayhi wa sallam bersabda :

“Hati-hatilah dari dunia, dan hati-hati dari wanita, kerana sesungguhnya awal fitnah Bani Isra’il terjadi di sebabkan wanita.”

Meremehkan hijab Syar’i termasuk dari sebab rosaknya masyarakat dan jalan yang boleh menjerumuskan seseorang wanita itu jatuh dalam perbuatan keji dan mungkar. 

Dan dalam Al-Bukhori (6612) Muslim (2657) dari Abi Huroiroh radhiyAllohu ‘anhu berkata: bersabda Rosululloh shallallahu ‘alayhi wa sallam:

Telah dituliskan kepada Bani Adam bahagiannya dari zina yang akan dia dapati hal itu, kedua mata zinanya dengan melihat, kedua telinga zinanya dengan mendengar, lisan zinanya dengan berbicara, tangan zinanya dengan bertindak, kaki zinanya dengan berjalan, hati dengan hawa nafsu akan membayangkan dan akhir sekali yang akan membenarkan dan mendustakan hal tersebut adalah kemaluan.” 

Maka sungguh mulianya keutamaan hijab Syar’i. Dan alangkah ruginya bagi siapa yang meremehkan hal ini.

Adapun syarat-syarat hijab Syar’i yang terdapat pada dalil-dalil adalah seperti berikut:

1. Harus menutup seluruh tubuhnya secara sempurna.
 

2. Harus tertutup tidak tipis.
 

3. Harus lebar tidak boleh sempit, apabila tipis atau ketat maka tidak terjadi penutup yang wajib.

4. Tidak boleh pakaian yang asalnya adalah hiasan.


5. Tidak boleh pakaian syuhroh (semua pakaian yang menyelisihi syari’at).


6. Tidak memakai wewangian.


7. Tidak menyerupahi pakaian laki-laki.


8. Tidak menyerupai pakaian wanita kafir.




Wallahu a'lam.


Sumber : asy-Syaikh ‘Abdulloh bin Ahmad al-Iryani





Saturday 22 February 2014

Tangani Anak-Anak Dengan Berhemah

Bismillah

Teks : Ummu Sumayyah


Memang tidak dapat dinafikan bahawa, kemampuan akal anak-anak kecil tidak sesempurna seperti akalnya orang dewasa. Kemampuan akal anak-anak amat terbatas. Oleh sebab itu lah, kadangkala muncul kesalahan atau kekeliruan yang dia sendiri belum mampu memahami dan mengerti bahwa tindakannya itu adalah suatu kesalahan.


Contohnya seperti apabila seorang kakak sedang menyuap sesuatu ke mulut adiknya lalu menolak mulut adiknya..terkadang bermula dari maksud baik sang kakak untuk menyuapi si adik. Namun kadangkala menjadi kesalahan di mata orangtua, kerana dengan keterbatasan sang anak belum mampu melakukannya dengan betul. Tambahan pula, dia sendiri pun belum mampu memandang hal itu sebagai suatu kesalahan.

Demikianlah keadaan seorang anak dengan segala keterbatasannya. Sehingga syariat pun meringankan beban amalan bagi anak kecil, sebagaimana disabdakan oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam yang dinukilkan oleh Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu:

“Diangkat pena dari tiga golongan: orang yang tidur hingga dia terjaga, anak kecil hingga dia baligh, dan orang gila sampai kembali akalnya.” (HR. Abu Dawud no. 4403, dikatakan oleh Asy-Syaikh Al-Albani rahimahullahu dalam Shahih Sunan Abi Dawud: shahih)

Di samping itu, Allah Subhanahu wa Ta’ala dan Rasul-Nya Shallallahu ‘alaihi wa sallam menyarankan kita untuk bersikap lemah lembut dan menjauhi kekasaran dalam segala hal, termasuk kepada anak-anak kecil. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda kepada isteri beliau, ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha:

“Wahai ‘Aisyah, sesungguhnya Allah itu Maha Lembut dan menyukai kelembutan, dan Dia memberikan pada kelembutan apa yang tidak Dia berikan pada kekasaran, maupun pada segala sesuatu selainnya.” (HR. Al-Bukhari no. 6928 dan Muslim no. 2593)

Al-Qadhi ‘Iyadh rahimahullahu menjelaskan bahawa dengan kelemahlembutan ini akan dapat dicapai berbagai tujuan, dan akan mudah pula untuk mendapatkan apa yang diharapkan, yang semua itu tidak dapat diperoleh dengan selain kelembutan. (Syarh Shahih Muslim, 16/144)

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam juga memuji orang yang memiliki sifat lemah lembut dalam percakapan mahupun perbuatan sabda beliau yang dinukilkan oleh Abud Darda` radhiyallahu ‘anhu:

“Barangsiapa yang diberikan bahagiannya berupa kelembutan, bererti dia diberikan bahagiannya berupa kebaikan, dan barangsiapa dihalangi bahagiannya berupa kelembutan, bererti dia dihalangi dari bahagiannya berupa kebaikan.” (HR. At-Tirmidzi no.2013, dikatakan oleh Asy-Syaikh Al-Albani rahimahullahu dalam Shahih Sunan At-Tirmidzi: shahih)

Oleh karena itu, kita sebagai orangtua, mestilah berlapang dada dalam memberikan hukuman dan celaan pada anak-anak. Terlebih lagi pada hal-hal yang bukan merupakan kemaksiatan kepada Allah. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah orang yang paling lapang dalam memudahkan perkara. Sebagaimana yang dikhabarkan oleh isteri beliau, ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha:

“Tak pernah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam diberikan pilihan di antara dua perkara, kecuali beliau pasti memilih yang paling ringan di antara keduanya selama perkara itu bukan suatu dosa. Apabila perkara itu suatu dosa, maka beliau adalah orang yang paling jauh darinya.” (HR. Al-Bukhari no.3560 dan Muslim no.2327)

Hadits ini menunjukkan disenanginya memilih sesuatu yang lebih mudah dan lebih ringan, selama hal itu bukan sesuatu yang haram atau makruh. (Syarh Shahih Muslim, 15/82)

Kelapangan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam ini juga dialami sendiri oleh Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu yang melayani Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam semenjak usia kanak-kanak. Anas radhiyallahu ‘anhu menceritakan:

“Ketika Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam tiba di Madinah, Abu Thalhah menggamit tanganku. Pergilah ia bersamaku menghadap Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, lalu mengatakan, ‘Wahai Rasulullah, sesungguhnya Anas adalah anak yang cerdas, maka izinkan dia melayanimu.’ Maka aku pun melayani beliau ketika bepergian mahupun menetap. Demi Allah, tak pernah beliau mengatakan tentang sesuatu yang kukerjakan, ‘Mengapa kau lakukan hal ini seperti ini?’ Tidak pula beliau mengatakan tentang sesuatu yang tidak kukerjakan, ‘Mengapa tidak kau kerjakan hal ini seperti ini?’.” (HR. Al-Bukhari no.2768 dan Muslim no. 2309)

Ketika Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu yang saat itu masih kanak-kanak enggan melakukan sesuatu yang beliau perintahkan, beliau tidak mencerca dan menghukumnya. Dikisahkan oleh Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu:

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah orang yang paling baik akhlaknya. Suatu hari, beliau pernah menyuruhku untuk suatu keperluan. Maka kukatakan, “Demi Allah, saya tidak mau pergi!” Sementara dalam hatiku, aku berniat untuk pergi melaksanakan perintah Nabiyullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Aku pun keluar hingga melewati anak-anak yang sedang bermain-main di pasar. Tiba-tiba muncul Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau memegang tengkukku dari belakang. Aku pun memandang beliau yang sedang tertawa. Beliau mengatakan, “Wahai Anas kecil, engkau pergi juga melakukan perintahku?” Aku menjawab, “Ya, saya pergi, wahai Rasulullah!” (HR. Muslim no. 2310)

Ini semua menunjukkan kesempurnaan akhlak Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, bagusnya pergaulan, serta kesabaran dan kelapangan beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam. (Syarh Shahih Muslim, 15/70)

Namun jika sesuatu perkara itu merupakan perbuatan dosa, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam  tidak segan untuk melarang. Seperti ketika cucu beliau makan sebutir kurma yang berasal dari kurma sedekah, sementara keluarga Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam haram memakan sedekah. Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu menceritakan peristiwa ini:

Al-Hasan bin ‘Ali radhiyallahu ‘anhuma memungut sebutir kurma dari kurma sedekah, lalu dia masukkan kurma itu ke mulutnya. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam pun bersabda kepada cucunya supaya tinggalkan dan buang barang itu, pent.)! Buang kurma itu! Tidakkah kau tahu, kita ini tidak boleh makan sedekah?” (HR. Muslim no. 1069)

Juga dalam permasalahan membiasakan ibadah solat pada anak-anak. Ketika mengajarkan amalan yang agung ini, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan orangtua untuk memukul anak-anak yang enggan menunaikan solat, meremehkan dan menyia-nyiakannya, jika mereka telah mencapai usia sepuluh tahun. Pukulan ini bukan untuk menyakiti si anak, melainkan untuk mendidik dan memberi pengajaran kepada mereka. Sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam ini disampaikan oleh ‘Amr ibnul ‘Ash radhiyallahu ‘anhu:

“Perintahkanlah anak-anak kalian untuk solat ketika mereka berusia tujuh tahun dan pukullah mereka bila enggan melakukannya pada usia sepuluh tahun, dan pisahkanlah tempat tidur di antara mereka.” (HR. Ahmad, dikatakan oleh Asy-Syaikh Al-Albani rahimahullahu dalam Shahih Al-Jami’ush Shaghir no. 5744: hadits ini hasan)

Demikian pula yang ada pada para sahabat. Mereka tidak segan bersikap keras bila melihat salah seorang dari keluarganya berbuat kemungkaran. Sebagaimana yang dilakukan oleh Abdullah bin ‘Umar radhiyallahu ‘anhuma ketika melihat salah seorang di antara keluarganya bermain dadu. Dikisahkan oleh Nafi’, maula Ibnu ‘Umar radhiyallahu ‘anhuma:

“Apabila Abdullah bin ‘Umar mendapati salah seorang dari anggota keluarganya bermain dadu, maka beliau memukulnya dan memecahkan dadu itu.” (Dikatakan oleh Syaikh Al-Albani rahimahullahu dalam Shahih Al-Adabul Mufrad no. 960: shahihul isnad mauquf)

‘Aisyah radhiyallahu ‘anha pernah ditanya tentang pendidikan terhadap anak yatim. ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha pun menjawab:

“Sesungguhnya aku pernah memukul anak yatim sampai (menangis) tertelungkup.” (Dikatakan oleh Asy-Syaikh Al-Albani rahimahullahu dalam Shahih Al-Adabul Mufrad no.105: shahihul isnad)

Begitulah yang dilakukan oleh ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha, sebagaimana orangtua terhadap anaknya. Dia memberikan hukuman pula pada anak yatim yang ada dalam asuhannya, sampai tertelungkup di atas tanah, sebagaimana yang biasa terjadi pada anak-anak bila dimarahi, mereka telungkup dan menangis. Pukulan ini dimaksudkan untuk memberikan pendidikan kepada si anak, bukan pukulan yang menyakitkan.

Inilah bimbingan Islam yang sempurna untuk kita orangtua dalam membimbing dan mendidik anak-anak kita, agar kita dapat meletakkan sesuatu pada tempatnya sesuai dengan keadaannya. Inilah pengajaran kepada kita yang akan mempertanggungjawabkan pendidikan anak-anak kita di hadapan Allah nanti.

Wallahu ta’ala a’lamu bish-shawab.

Oleh: Al-Ustadzah Ummu ‘Abdirrahman Bintu ‘Imran
Monday 17 February 2014

Pentingnya Mempelajari Bahasa Arab

Bismillah

Teks : Ummu Sumayyah

Berkata Syaikh Ibnu Uthaimeen rahimahullah:

"... Aku katakan bahawasanya ilmu nahwu (mempelajari Bahasa Arab), ini ianya susah ketika seseorang itu baru menceburi bidang ini (maksudnya baru nak belajar). Akan tetapi, ketika Allah telah bukakan baginya pintu untuk dia memahaminya, maka akan menjadi sangat mudahlah baginya, bukan hanya ilmu ini, akan tetapi ilmu ilmu lain juga. "

Beliau berkata juga:

" Sesungguhnya ilmu nahwu ini adalah ilmu yang mulia, ia membawa kepada dua perkara yang penting iaitu:

1. Memahami Al Quran dan As Sunnah kerana keduanya tidak dapat difahami melainkan dengan ilmu nahwu.

2. Membetulkan lisan ketika berbicara dengan bahasa arab, yang mana Al Quran itu diturunkan di dalam bahasa arab. Oleh kerana itu, memahami ilmu nahwu adalah perkara yang sangat penting sekali, akan tetapi ilmu nahwu ini, susah hanya pada awalnya, mudah pada akhirnya. Oleh kerana itu, seseorang itu perlu berusaha bersungguh sungguh untuk mempelajari asas asasnya sehingga mudah baginya untuk memahami yang seterusnya. Dan janganlah terpengaruh dengan perkataan orang orang yang mengatakan bahawasanya ilmu nahwu ini susah sehingga disebabkan itu manusia tidak mahu mempelajarinya, kerana ini tidaklah benar. Akan tetapi,  Tumpukan perhatian kamu pada awalnya, akan mudahlah bagi kamu pada akhirnya.

Rujukan: Kitab Syarhul Aajurrumiyyah karangan Syaikh Muhammad bin Shalih Al Uthaimeen rahimahullah.
Faedah:

Di antara perkara perkara yang akan membantu kita untuk memahami suatu ilmu itu adalah:

1. Wujudkan perasaan cinta kepada ilmu yang sedang kita pelajari tersebut.

2. Mengosongkan minda ketika berada di dalam majlis ilmu tersebut. (maksudnya fokus dan lupakan perkara lain ketika berada di kelas)

3. Tidak memaksa diri untuk memahaminya. Sekiranya ada yang kurang difahaminya, teruslah bertanya kepada yang lebih mengetahui. Dan sekiranya Allah belum bukakan juga pemahaman kepada kamu maka bersabarlah dan Allah akan bukakan buat kamu di kemudian hari.

4. Mengambil pelajaran sedikit demi sedikit. Yang penting pelajaran yang sudah diambil, hendaklah difahamkan dengan baik.

5. Bermajlis dengan orang orang yang faham dan rajin sehingga kita dapat mengambil faedah daripada mereka.

6. Tidak berputus asa dengan rahmat Allah.

7. Menghormati guru yang mengajar kerana doa mereka juga merupakan salah satu daripada asbab Allah bukakan pemahaman buat kita. 

Wallahu a'lam.
Sunday 16 February 2014

Biji Aprikot Kaya Dengan B17

Bismillah

Teks : Ummu Sumayyah

Semua penyakit yang Allah jadikan didunia ini ada penawarnya. Terpulang kepada kita sebagai hambaNya untuk memilih penawar yang mana satukah yang sesuai dengan sistem tubuh kita. Saya lebih cenderung kepada menggunakan penawar alami yang dikurniakan oleh Allah kepada kita manusia.

Barah atau kanser merupakan penyakit yang amat digeruni oleh manusia pada zaman sekarang. Kanser merupakan punca utama kematian di negara membangun. Sekiranya tidak dirawat, kebanyakan kanser akhirnya menyebabkan kematian. Kebanyakan kanser boleh dirawat dan ramai juga yang sembuh terutamanya mereka yang mendapat rawatan pada peringkat awal.

Kebiasaannya sistem pertahan tubuh kita mampu menghalang dan menghapuskan sel kanser ini. Tetapi semasa berlaku tekanan hidup atau sakit, sistem pertahanan badan kita tidak berupaya melawan sel-sel kanser ini. Terdapat banyak cara yang boleh kita gunakan untuk melawan sel kanser. Salah satu cara ialah dengan membina sistem imun supaya ia menjadi sangat kuat dan dapat melindungi anda dari kanser.

Sehubungan dengan itu, ramai di antara kita sudah menyedari akan perlunya mengambil langkah-langkah awal untuk menghalang terbiaknya sel kanser di dalam tubuh. Terdapat berbagai-bagai jenis ubat serta makanan tambahan terdapat di pasaran sekarang ini samada ubat-ubatan moden atau ubatan-ubatan herba. Di antaranya ialah biji aprikot. Biji aprikot ini kaya dengan B17 (amigdalin) dan rasanya amat pahit sekali. Ramai yang sudah menyedari dan mula nampak akan keberkesanan B17 dalam usaha memulihkan kanser. 
Bagi sesiapa yang berminat untuk mencuba biji aprikot ini bolehlah menghubungi / whatsapp saya  019 2270840.

Harga RM25 (tidak termasuk kos penghantaran)






Sunday 9 February 2014

Jaga Adab-Adab Ketika Berbicara : Khusus Buat Kaum Hawa

Bismillah

Teks : Ummu Sumayyah

Entri kali ini saya akan berkongsi pula dengan pembaca-pembaca sekelian tentang sifat yang sudah menjadi tabiat bagi wanita termasuklah saya sendiri iaitu suka bercakap atau bersembang.  Semoga apa yang saya paparkan nanti akan menjadi pedoman buat diri saya dan juga pembaca-pembaca sekelian.


Tetapi sebelum itu, marilah kita sama-sama renungkan sebuah hadith dari Abdullah bin Umar Radi allah hu anhu katanya: Rasulullah Sallallaahu Alayhi Wasallam telah bersabda: 

Wahai kaum wanita! Bersedekahlah kamu dan perbanyakkanlah istighfar iaitu memohon ampun. Kerana aku melihat kaum wanitalah yang lebih ramai menjadi penghuni Neraka.” Seorang wanita yang cukup pintar di antara mereka bertanya: “Wahai Rasulullah, kenapa kami kaum wanita yang lebih ramai menjadi penghuni Neraka?” Rasulullah Sallallaahu Alayhi Wasallam bersabda: “Kamu banyak mengutuk/ mengumpat dan mengingkari suami. 

Lumrahnya wanita suka bercakap. Bagaimana hendak mengelak daripada mengumpat?

Wahai saudariku muslimah…,
1) Berhati-hatilah dari terlalu banyak berceloteh dan terlalu banyak berbicara, Allah Ta’ala berfirman:
 
“Dan tidak ada kebaikan pada kebanyakan bisikan-bisikan mereka, kecuali bisikan-bisikan dari orang yang menyuruh (manusia) memberi sedekah, atau berbuat ma’ruf, atau mengadakan perdamaian diantara manusia “. (An nisa:114)
 
Wahai saudariku, semoga Allah ta’ala merahmatimu dan menunjukimu kepada jalan kebaikan, ketahuilah bahawa disana ada yang senantiasa mengamati dan mencatat perkataanmu.

“Seorang duduk disebelah kanan, dan yang lain duduk disebelah kiri. Tiada satu ucapanpun yang diucapkan melainkan ada didekatnya malaikat pengawas yang selalu hadir” (Qaaf:17-18).
 
Maka jadikanlah setiap ucapan kita itu menjadi perkataan yang ringkas, jelas yang tidak melarut-larut yang dengannya akan memperpanjangkan pembicaraan.

2) Tidaklah terpuji jika kita selalu menyampaikan setiap apa yang kita dengarkan, kerana kebiasaannya ini akan menjatuhkan dirimu ke dalam kedustaan.
Dari Abu hurairah radiallahu ‘anhu, sesungguhnya Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

 “Cukuplah seseorang itu dikatakan sebagai pendusta ketika dia menyampaikan setiap apa yang dia dengarkan.” (HR.Muslim dan Abu Dawud)

3) Jauhilah dari sikap menyombongkan diri, dengan tujuan membanggakan diri dihadapan manusia.

Dari aisyah radiyallohu ‘anha, ada seorang wanita yang mengatakan: Wahai Rasulullah, aku mengatakan bahawa suamiku memberikan sesuatu kepadaku yang sebenarnya tidak diberikannya. Berkata Rasulullah Shallallahu Alaihi wa aalihi wasallam : Orang yang merasa memiliki sesuatu yang ia tidak diberi, seperti orang yang memakai dua pakaian kedustaan.” (muttafaq alaihi)

4) Sesungguhnya dzikrullah memberikan pengaruh yang kuat di dalam kehidupan roh seorang muslim, kejiwaannya, jasmaninya dan kehidupan masyarakatnya. Maka bersemangatlah wahai saudariku muslimah untuk sentiasa berdzikir kepada Allah ta’ala, disetiap waktu dan keadaanmu. Allah ta’ala memuji hamba-hambanya yang mukhlis dalam firman-Nya:

(yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadaan berbaring…” (Ali imran:191).

5) Jika engkau hendak berbicara, maka jauhilah sifat merasa kagum dengan diri sendiri terutama dalam bertutur kata, sebab ini merupakan sifat yang sangat dibenci. Rasulullah Shallallahu Alaihi wa aalihi wasallam bersabda:
 
Sesungguhnya orang yang paling aku benci diantara kalian dan yang paling jauh majlisnya dariku pada hari kiamat : Orang yang berlebihan dalam berbicara, sangat fasih dengan ucapannya dan merasa ta’ajjub terhadap ucapannya.”
(HR.Tirmidzi,Ibnu Hibban dan yang lainnya dari hadits Abu Tsa’labah Al-Khusyani radhiallahu anhu)

6) Jauhilah diri kita dari terlalu banyak ketawa, terlalu banyak berbicara dan berceloteh. Jadikanlah Rasulullah Shallallahu Alaihi wa aalihi wasallam sebagai tauladan bagimu, dimana beliau lebih banyak diam dan banyak berfikir. Nabi Shallallahu Alaihi wa aalihi wasallam, menjauhkan diri dari terlalu banyak ketawa dan menyibukkan diri dengannya. Jadikanlah setiap apa yang kita ucapkan itu adalah perkataan yang mengandungi kebaikan. Jika tidak, diam itu lebih utama. Rasulullah Shallallahu Alaihi wa aalihi wasallam, bersabda:

 
” Barang siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, maka hendaknya dia berkata dengan perkataan yang baik, atau hendaknya dia diam.”
(muttafaq alaihi dari hadits Abu Hurairah radhiallahu anhu)
 
7) Jangan kalian memotong pembicaraan seseorang yang sedang berbicara atau membantahnya, atau meremehkan ucapannya. Bahkan jadilah pendengar yang baik dan itu lebih beradab bagimu, dan ketika harus membantahnya, maka jadikanlah bantahanmu itu dengan cara yang paling baik sebagai syi’ar keperibadianmu.

8) Berhati-hatilah dari suka mengolok-olok terhadap cara berbicara orang lain, seperti orang yang tersekat-sekat dalam berbicara atau seseorang yang mengalami kesulitan berbicara atau orang yang tersilap dalam mengeluarkan perkataan. Allah Ta’ala berfirman:

“Hai orang-orang yang beriman, janganlah sekumpulan orang laki-laki merendahkan kumpulan yang lain, boleh jadi yang ditertawakan itu lebih baik dari mereka. Dan jangan pula sekumpulan perempuan merendahkan kumpulan lainnya, boleh jadi yang direndahkan itu lebih baik.
(QS.Al-Hujurat:11)
 
9) Jika kita mendengarkan bacaan Al qur’an, maka berhentilah dari berbicara, apapun yang kita bicarakan, kerana itu merupakan adab terhadap kalamullah dan juga sesuai dengan perintah-Nya, didalam firman-Nya:
 
 “Dan apabila dibacakan Alqur’an,maka dengarkanlah dengan baik dan perhatikanlah dengan tenang agar kalian diberi rahmat”. (QS Al A’raf : 204)
 
10) Bertakwalah kepada Allah wahai saudariku muslimah, bersihkanlah majlismu dari ghibah dan namimah (adu domba) sebagaimana yang Allah ‘azza wajalla perintahkan kepada kita untuk menjauhinya. Bersemangatlah untuk menjadikan majlismu itu dengan perkataan-perkataan yang baik di dalamnya, begitu juga dalam rangka menasihati, dan memberitahu kepada perkara kebaikan. Kita haru berhati-hati dalam mengeluarkan sesuatu perkataan kerana berapa banyak dari perkataan seseorang itu, dapat menyebabkan kemarahan dari Allah ‘azza wajalla dan menjatuhkan pelakunya kedalam jurang neraka. 

Didalam hadits Mu’adz bin Jabbal radhiallahu anhu tatkala beliau bertanya kepada Nabi Shallallahu Alaihi wa aalihi wasallam: " Apakah kami akan disiksa dengan apa yang kami ucapkan?" Maka jawab Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam bersabda:

 
Engkau telah keliru wahai Mu’adz, tidaklah manusia itu akan dilemparkan ke Neraka diatas wajah-wajah mereka melainkan disebabkan oleh ucapan-ucapan mereka.”
(HR.Tirmidzi,An-Nasaai dan Ibnu Majah)
 
11)  Semoga Allah menjaga kita dari menghadiri majlis yang buruk dan berbaur dengan maksiat para pelakunya, dan bersegeralah semoga Allah menjaga kita untuk menghadiri majlis yang penuh dengan  kebaikan dan keberuntungan.

12) Jika engkau duduk sendiri di dalam suatu majlis, atau bersama dengan sebagian saudarimu, maka sentiasalah untuk berzikir mengingati Allah ‘azza wajalla dalam setiap keadaanmu sehingga engkau kembali dalam keadaan mendapatkan kebaikan dan mendapatkan pahala. Allah ‘azza wajalla berfirman:

 
(yaitu) orang – orang yang mengingat Allah sambil berdiri, atau duduk, atau dalam keadaan berbaring” (QS. Ali ‘imran :191)

13) Jika engkau hendak berdiri keluar dari majelis, maka ingatlah untuk selalu mengucapkan:

 
“Maha suci Engkau ya Allah dan bagimu segala pujian, aku bersaksi bahawa tidak ada Ilah yang berhak untuk disembah kecuali Engkau, aku memohon ampun kepada-Mu, dan aku bertaubat kepada-Mu”
Sehingga diampuni bagimu segala kesalahanmu di dalam majelis tersebut.

Wallahu a'lam.
 
Sumber : Haya Bintu Mubarak Al-Buraik
Dari kitab: mausu’ah al-mar’ah al-muslimah: 31-34
Alih bahasa : Ummu Aiman


Wednesday 5 February 2014

Tiga Pilihan Habbatussauda Dalam Bentuk Yang Berbeza

Bismillah

Teks : Ummu Sumayyah

Kini di Ummu Sumayyah Online Market, kami menawarkan kepada anda tiga pilihan Habbahtussawda seperti di bawah : 

1. Minyak Habbahtussawda
2. Kapsul yang di isi dengan minyak Habbahtussawda di dalamnya
3. Biji Jintan Hitam dalam bentuk asli.

1. Minyak Habbatussauda yang saya pernah memasukkan entri sebelum ini di sini tetapi sekarang minyak tersebut telah di kemaskan dengan label dan berwajah baru di bawah HEILSA Marketing. 



2. Minyak Habbatussauda yang dikemas dalam bentuk kapsul yang mudah larut. Ia boleh menjadi pilihan kepada sesiapa yang tidak boleh meminum minyak.



Terdapat 200 kapsul dalamnya
Harga RM45



3. Biji jintan hitam asli yang di botolkan di dalam botol yang menarik, kemas, mudah dan bersih.





Setiap botol mengandungi 50gm Biji Habbatussauda
Harga RM5 sebotol

InsyaAllah semua produk kami dijamin 'fresh' dan halal. Harga diatas tidak termasuk kos penghantaran. Bagi yang berminat boleh hubungi:




Sunday 2 February 2014

Malu Pada Tempatnya

Bismillah

Teks : Ummu Sumayyah

Malu adalah satu perasaan negatif yang timbul dalam diri seseorang akibat daripada kesedaran diri mengenai perlakuan tidak senonoh yang dilakukan oleh dirinya sendiri. Setiap orang yang normal mempunyai perasaan malu. Tetapi setiap masyarakat mempunyai pandangan yang berbeza mengenai malu. Sehubungan dengan itu, pendapat mengenai apa yang dimaksudkan dengan malu, apa yang mendatangkan malu serta tindakan yang harus diambil untuk mengatasi perasaan malu berbeza-beza dari satu masyarakat ke satu masyarakat yang lain. Ini adalah kerana dalam konsep malu dan segan ini sebenarnya terkandung satu sistem nilai dan kepercayaan sesebuah masyarakat itu.

Sebab itu, sifat malu penting untuk dipelihara dan dijaga. Jangan terpengaruh dengan sistem pendidikan barat yang mengajar anak mereka supaya tidak malu. Kebanyakan wanita sekarang telah menanggalkan rasa malunya. Dari caranya berpakaian, bergaul, dan gaya hidup moden lainnya, setidaknya memberikan gambaran fenomena yg dimaksudkan itu. Padahal, Islam telah menjadikan sifat malu ini sebagai sifat mulia, bahkan merupakan salah satu cabang keimanan.

Sifat malu sudah sememangnya menjadi identiti wanita karena merekalah yang dominan memilikinya. Namun sebenarnya sifat ini bukan hanya khusus milik kaum hawa sahaja, malahan kaum adam juga disukai bila memiliki sifat malu ini. Bahkan sifat mulia ini termasuk salah satu cabang keimanan dan menjadi salah satu faktor kebahagiaan seorang insan. Kerana dengan sifat ini, hanya kebaikanlah yang bakal diraihnya, sebagaimana beritanya tercatat dalam lembaran sunnah Rasul shallallahu ‘alaihi wasallam:

Malu itu tidaklah datang kecuali dengan kebaikan.”

Dalam satu riwayat:

Malu itu baik seluruhnya.” (Shahih, HR. Al-Bukhari dan Muslim)

Adanya sifat malu pada diri seseorang akan mendorongnya kepada kebaikan dan mencegahnya dari keburukan. Apabila sifat malu ini hilang dari diri seseorang, ia akan jatuh dalam perbuatan maksiat dan dosa, ketika sendirian maupun di hadapan kerabat dan tetangga. Karena itulah bersabda Rasul shallallahu ‘alaihi wasallam:

Termasuk yang diperoleh manusia dari ucapan kenabian yang pertama adalah: jika engkau tidak malu, berbuatlah sekehendakmu.” (Shahih, HR. Al-Bukhari)

Adalah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam sangat pemalu sehingga shahabat yang mulia Abu Sa’id Al-Khudri radhiallahu ‘anhu berkata:

Adalah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam sangat pemalu dibandingkan dengan gadis pingitan.” (Shahih, HR. Al-Bukhari dan Muslim)

Semoga Allah merahmati Abu Sa’id Al-Khudri, di mana beliau membuat permisalan kepada kita dengan gadis perawan. Lalu apa gerangan yang akan beliau katakan apabila melihat pada hari ini anak-anak gadis perawan kita telah menanggalkan rasa malu mereka? Mereka bebas keluar rumah pergi ke pasar, pusat-pusat membeli belah, menonton wayang, berbincang-bincang akrab dengan para teman-teman lelaki, pedagang dan penjahit, dan sebagainya. Demikianlah kenyataan pahit yang terjadi sekarang ini.

Sebahagian kaum muslimin juga membiarkan puteri-puteri mereka dan isteri mereka bercampur baur dengan laki-laki di sekolah-sekolah dan di tempat kerja. Kerana telah tercabut dari mereka rasa kecemburuan. Bila malu ini telah hilang dari diri seorang insan, ia akan melangkah dari satu keburukan kepada yang lebih buruk lagi, dari satu kerendahan kepada yang lebih rendah lagi. Karena malu pada hakikatnya adalah menjauhkan diri dari hal-hal yang Allah ta`ala haramkan dan menjaga anggota tubuh agar tidak digunakan untuk bermaksiat kepada-Nya. Apakah pantas seseorang disifati malu sementara matanya digunakan untuk melihat perkara yang Allah haramkan? Apakah pantas dikatakan malu, bila lidah masih digunakan untuk ghibah, mengadu domba, dusta, mencerca, dan mengumpat? Apakah pantas digelari malu, bila nikmat berupa pendengaran digunakan untuk menikmati musik dan nyanyian?

Saudariku muslimah… wajib bagi kita untuk terus merasakan pengawasan Allah dan malu kepada-Nya di setiap waktu dan tempat.

Kala dikau sendiri dalam kegelapan
Sedang jiwa mengajakmu untuk berbuat nista
Maka malulah dikau dari pandangan Al-Ilah
Dan katakan pada jiwamu:
Dzat yang menciptakan kegelapan ini senantiasa melihatku


Seorang muslim yang jujur dalam keimanannya akan merasa malu kepada Allah jika melanggar kehormatan orang lain dan mengambil harta yang tidak halal baginya. Sementara orang yang telah dicabut tirai malu dari wajahnya, ia akan berani kepada Allah dan berani melanggar larangan-Nya.

Saudariku muslimah… bila engkau telah mengetahui pentingnya sifat malu, maka berupayalah untuk menumbuhkannya di hati keluarga dan anak-anak. Karena ketika malu ini masih ada, maka akan terasa betapa besar dan buruk perbuatan yang mungkar, sementara kebaikan sentiasa mereka agungkan. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam pernah melewati seseorang yang sedang mencela saudaranya kerana sifat malunya, maka beliau bersabda:

Biarkan dia, karena malu itu termasuk keimanan.” (HR. Al-Jama`ah)

Saudariku muslimah… perlu kita ketahui bahwa Allah tidaklah malu dari kebenaran. Maka bukan termasuk sifat malu bila engkau diam ketika melihat kebatilan, engkau enggan menolong orang yang terzalimi, dan berat untuk mengingkari kemungkaran. Dan bukan pula termasuk sifat malu bila kita tidak mahu bertanya tentang perkara agama yang samar bagi kita, karena Allah ta`ala berfirman:

Maka tanyakanlah kepada ahlu dzikr (orang yang memiliki ilmu), jika kalian tidak mengetahui.” (An-Nahl: 43)

Ummu Sulaim radhiallahu ‘anha pernah datang kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam. Ia berkata ketika itu: “Ya Rasulullah, sesungguhnya Allah tidak malu dari kebenaran. Apakah wajib bagi wanita untuk mandi bila ia ihtilam (mimpi bersetubuh)?” Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menjawab:

Ya, jika ia melihat keluarnya air mani.” (Shahih, HR. Al-Bukhari)

Apakah tidak sepantasnya Ummu Sulaim menjadi contoh bagi para wanita dalam bertanya tentang perkara agamanya? Terkadang pemahaman ini menjadi terbalik. Wanita malu untuk bertanya hal-hal yang berkaitan dengan agamanya, akan tetapi ia tidak malu untuk berdua-duaan dengan lelaki yang bukan mahramnya dan berbincang-bincang dengan pedagang, ataupun memperlihatkan auratnya di hadapan laki-laki yang tidak sepatutnya melihatkan auratnya.

Ketahuilah wahai saudariku…tidak sepantasnya kita malu dari suatu perkara yang boleh membawa kepada kebaikan. Anas bin Malik radhiallahu ‘anhu menceritakan: “Datang seorang wanita menemui Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam dan menawarkan dirinya kepada beliau agar diperistri oleh beliau. Wanita itu berkata: “Apakah engkau, wahai Rasulullah, punya keinginan terhadap diriku?”
Seorang puteri Anas, ketika mendengar kisah ini, memberi komen tentang wanita itu: “Alangkah sedikit rasa malunya!”

Anas berkata: “Wanita itu lebih baik darimu, dia menawarkan dirinya kepada orang yang paling mulia dan paling baik (Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam).” (Shahih, HR. Al-Bukhari secara makna)

Semoga Allah sentiasa menganugerahkan kepada kita sifat malu yang membawa kita untuk selalu berbuat baik dan mencegah dari kejahatan dan kerendahan akhlak. Amin…!

Wallahu a`lam.

Sumber : Ummu Ishaq Al-Atsariyyah